Wednesday, March 5, 2025

Dosen Killer vs Mahasiswa Kuat Mental


Setting:

Ruang kuliah di pagi hari. Mahasiswa baru selesai UTS. Dosen killer, Pak Guntur, masuk kelas. Beliau terkenal dengan "senyum membunuh, pertanyaan menusuk hati, dan nilai mengiris harapan."

Karakter:

·         Pak Guntur – dosen killer, logat serius, suka nanya random dan mendadak.

·         Doni – mahasiswa santai tapi tahan banting.

·         Tari – mahasiswi pinter tapi grogian.

·         Budi – mahasiswa sok tahu.

·         Narator – (suara latar)

 

Narator
(suara berat)
Dalam dunia perkuliahan, ada dua jenis manusia: yang takut pada dosen killer… dan yang sudah tidak peduli lagi karena IPK sudah pasrah.

 

[Adegan 1: Kelas dimulai]

(Pak Guntur masuk kelas. Semua mahasiswa langsung duduk rapi, bahkan yang biasanya duduk di pojok sambil nonton YouTube tiba-tiba buka buku.)

Pak Guntur
Selamat pagi... atau selamat menuju perbaikan nilai, bagi yang kemarin nulis jawaban seperti ramalan bintang.

(Mahasiswa diam. Cuma suara jangkrik imajiner terdengar.)

Pak Guntur
Baik. Hari ini kita latihan soal. Siapa yang bisa jawab dengan benar… akan saya beri bonus nilai.
(sambil tersenyum setan)
Kalau salah… tetap saya nilai. Tapi, jangan harap bonus itu muncul di KHS.

(Tari gemetar, Budi mulai buka Google, Doni santai minum teh botol.)

 

[Adegan 2: Serangan Pertama]

Pak Guntur
Doni!
Apa perbedaan antara validitas dan reliabilitas dalam penelitian?

(Mahasiswa menoleh. Beberapa mulai doa-doa kecil.)

Doni
Validitas itu seperti... cinta yang jujur, Pak.
Sesuai tujuan, tidak bohong.
Sedangkan reliabilitas itu... seperti pacar yang bisa diandalkan.
Dites berkali-kali tetap sama... nggak berubah kayak mantan.

(Seisi kelas: “WOOOW!”)
(Pak Guntur angkat alis. Tidak terkesan, tapi senyum kecil muncul.)

Pak Guntur
Hmm. Filosofis. Saya tidak tahu kamu sedang jawab atau nyindir mantan.

 

[Adegan 3: Tantangan Lanjutan]

Pak Guntur
Tari!
Jelaskan teori kognitivisme dalam dua kalimat saja.

Tari (gemetar)
E-eh... Teori kognitivisme adalah... proses belajar yang... yang...
(maaf) bisa diulang, Pak?

Pak Guntur
Kita bukan di karaoke, Tari. Tidak semua bisa di-replay.

(Tari menunduk. Doni langsung menyodok dari belakang.)

Doni
Kalau boleh bantu, Pak...
Kognitivisme itu proses belajar aktif di otak.
Belajarnya bukan karena hadiah atau hukuman, tapi karena otaknya sadar, bukan karena diancam UTS.

(Kelas: “WOOOOH!”)
(Pak Guntur menoleh.)

Pak Guntur
Doni, kamu tadi sarapan apa?

Doni
Sarapan mental, Pak.

 

[Adegan 4: Pertanyaan Pamungkas]

Pak Guntur
Oke. Terakhir.
Apa esensi dari perkuliahan?

(Kelas hening. Semua menoleh ke Doni.)

Doni (dengan ekspresi tenang)
Esensi perkuliahan adalah...
Ketika mahasiswa belajar memahami dosen,
Dan dosen belajar mengikhlaskan nilai mahasiswa.

(Kelas: ngakak. Bahkan Pak Guntur menutup mulutnya menahan tawa.)

 

[Adegan Penutup]

Pak Guntur
Baik. Kelas selesai. Doni, setelah ini ke ruang saya.

(Semua: “WAAAH, MATI KAU DON!”)

Pak Guntur (tersenyum)
Saya ingin ajak kamu ngopi. Saya butuh lawan debat yang tidak takut masa depan.

 

Narator
Dalam dunia akademik, kadang bukan tentang siapa paling tahu...
Tapi siapa paling tahan mental menghadapi dosen killer.
Dan Doni?
Doni bukan mahasiswa biasa.

Doni... adalah legend.

 

Tuesday, March 4, 2025

Apakah Panci Teflon Punya Dendam Tersembunyi?


Pernah nggak sih kamu merasa dikhianati oleh benda mati? Misalnya, kamu niat masak telur dadar pagi-pagi biar hidup sehat, eh... pas dibalik, telurnya lengket total. Di panci TEFLON. Yang katanya anti lengket. Yang kamu beli pakai sisa THR dua tahun lalu.

Seketika kamu cuma bisa melotot ke arah panci itu sambil bertanya dalam hati:

“APA SALAHKU, TEFLON?!”

Dan di situlah muncul pertanyaan besar dalam hidup manusia modern:

Apakah panci teflon punya dendam tersembunyi?

 

1. Masa Lalu yang Kelam

Mari kita lihat dari sisi panci teflon. Mungkin di masa mudanya, dia adalah panci ambisius. Punya mimpi jadi alat masak Michelin Star. Tapi ternyata, dia berakhir di kos-kosan sempit, tiap hari dipakai masak mie instan jam 2 pagi, dicuci pakai sabut kawat, dan ditaruh di rak penuh kerak minyak.

Lama-lama... dia berubah.

Teflon yang dulu polos dan licin, kini penuh goresan. Hatinya keras. Penuh trauma.

Jadi, ketika kamu coba masak telur dengan percaya diri, dia hanya tertawa kecil di dalam hatinya yang hitam legam.

“Oh, kamu pikir aku masih panci yang sama?”

 

2. Dendam karena Tidak Pernah Dianggap

Coba jujur: kapan terakhir kamu memuji panci teflonmu?

Kamu sering bilang:

·         “Wah, nasinya enak banget!”

·         “Telurnya mateng sempurna!”

·         “Ayam gorengnya garing banget!”

Tapi pernah nggak kamu bilang:

·         “Wah, pancinya luar biasa!”

Enggak, kan? Nah. Itulah masalahnya.

Panci teflon butuh validasi juga, sob. Dia pengen diapresiasi, bukan cuma jadi alat masak yang dicuekin setelah dipakai. Sekali-sekali mungkin dia ingin juga disayang, dibersihkan pakai spons halus, diusap lembut, disimpan di rak VIP.

Tapi kalau kamu terus-terusan pakai dia buat goreng kerupuk, terus dicuci asal-asalan, ya jangan salahkan kalau suatu hari dia memutuskan untuk balas dendam dengan cara bikin telurnya nempel kayak hubungan tanpa kepastian.

 

3. Teflon: Korban Cinta yang Salah

Barangkali dulu panci teflon itu punya cinta pertama: kompor induksi.

Mereka cocok. Panasnya merata. Hubungannya stabil.

Tapi suatu hari, kamu datang. Kamu pakai dia di kompor gas. Kamu panasin dia tanpa minyak. Kamu biarin dia hangus gara-gara kamu keasyikan nonton drama Korea.

Dan sejak itu... hatinya hancur.

Teflon bukan lagi panci biasa. Dia adalah panci yang tersakiti. Yang tidak akan membiarkan siapa pun masak dengan tenang di atas dirinya. Yang akan membuat semua telur nempel tanpa ampun.

Dia tidak peduli kamu lapar. Dia ingin kamu tahu rasanya ditinggal pas lagi sayang-sayangnya.

 

4. Panci Teflon Adalah Guru Kehidupan

Atau mungkin... kita salah menilai.

Bisa jadi panci teflon itu sebenarnya guru kehidupan. Dia ingin mengajarkan kita bahwa:

·         Tidak semua yang terlihat mulus itu bisa dipercaya.

·         Semua janji "anti lengket" pada akhirnya bisa meleset.

·         Dan bahwa hidup itu keras—bahkan saat kamu cuma mau bikin omelet.

Panci teflon mengajarkan kesabaran. Keikhlasan. Dan pentingnya punya spatula silikon.

 

Kesimpulan: Damaikan Diri dengan Teflon

Jadi kalau suatu pagi kamu menemukan bahwa telurnya nempel, tahu gorengnya hancur, atau adonan panekukmu gagal total—jangan langsung marah.

Duduklah. Tatap pancimu dalam-dalam. Usap permukaannya dengan lembut. Lalu katakan:

“Maaf, Teflon. Aku nggak pernah benar-benar menghargaimu.”

Karena siapa tahu, itu yang dia butuhkan selama ini.

Dan siapa tahu... besok dia akan kembali jadi panci terbaik dalam hidupmu.

Monday, March 3, 2025

Kenapa Kucing Selalu Berusaha Menjatuhkan Barang?

Komedi receh

Selama ini kita hidup berdampingan dengan kucing. Mereka lucu, manja, dan kadang lebih sombong daripada mantan yang udah punya pacar baru. Tapi ada satu misteri yang belum pernah terpecahkan oleh para ilmuwan, paranormal, bahkan dukun spesialis peliharaan: kenapa kucing selalu berusaha menjatuhkan barang?

Kita semua pernah mengalaminya. Kamu baru beli vas bunga dari toko online—sampai rumah, belum sempat diisi bunga, eh... kucingmu datang, memandangi vas itu selama lima detik, lalu DORRR! Jatuh. Pecah. Dan si kucing? Jalan santai seperti tidak terjadi apa-apa. Bahkan kalau kucing bisa ngomong, mungkin dia akan bilang:

“Ups. Gravitasi bekerja dengan baik hari ini.”

Teori 1: Kucing Sedang Melakukan Penelitian

Mungkin selama ini kita salah menilai. Kucing bukan iseng, tapi ilmuwan berbulu. Setiap kali mereka menjatuhkan gelas, bolpoin, atau HP-mu yang baru dicicil 12 bulan, itu sebenarnya uji coba ilmiah. Mereka sedang menguji hukum Newton—apakah benda yang jatuh benar-benar akan tetap jatuh.

Cuma ya, kucing tuh peneliti yang perfeksionis. Mereka harus mengulang eksperimen itu tiap hari. Di meja yang sama. Dengan barang yang berbeda. Bahkan kadang barang yang sama—cuma diputar sedikit biar “hasilnya valid.”

Teori 2: Mereka Sedang Balas Dendam

Kamu pikir kucingmu nggak dendam waktu kamu kasih dia makan nasi sisa ayam goreng semalam? Atau waktu kamu tega banget mandiin dia pakai sampo wangi lavender? Kucing ingat, bro. Dan kucing tidak balas saat itu juga.

Mereka tunggu. Diam. Merencanakan.

Lalu pada suatu malam, saat kamu lengah dan meninggalkan gelas kopi di meja... KRAK! Dendam terbalaskan.

"Jangan sekali-kali kau campur Whiskas-ku dengan nasi padang lagi, manusia."

Teori 3: Mereka Sebenarnya Mafia

Coba perhatikan baik-baik. Kucing itu jalannya elegan, tatapannya tajam, dan kalau nggak suka, dia langsung bertindak. Nggak banyak omong. Seperti bos mafia.

Meletakkan benda di meja tanpa izin mereka itu seperti berjualan di wilayah mafia tanpa bayar pajak. Akibatnya? Barangmu di-sweep. Kucingmu hanya perlu satu tatapan dan... cilukba!

Barang lenyap.

“Aku udah bilang, ini wilayahku. Jangan pernah taruh barang di sini tanpa izin.”

Teori 4: Mereka Sedang Melatih Kita Jadi Manusia yang Sabar

Ini adalah teori paling spiritual. Kucing tahu kita sering emosi, gampang marah, gampang kesel karena hal kecil. Jadi mereka datang sebagai guru kehidupan. Mereka menjatuhkan barang-barangmu, bukan untuk iseng, tapi untuk melatih ikhlas.

Bayangkan, kamu baru gajian, beli miniatur Iron Man buat hiasan meja. Baru naruh—cling! jatuh. Patah. Dan kamu hanya bisa menghela napas, lalu berkata:

"Yah... mungkin belum rezeki."

Seketika kamu sadar: ternyata selama ini yang kamu butuhkan bukan miniatur Iron Man, tapi ketenangan batin.

Teori Terakhir: Karena Mereka Bisa

Kadang jawaban paling simpel adalah yang paling benar.

Kenapa kucing menjatuhkan barang?

Karena mereka bisa.

Karena nggak ada yang bisa melarang mereka. Karena tidak ada hukum internasional yang mengatur "kucing dilarang menjatuhkan barang di atas meja manusia." Bahkan kalaupun ada, mereka tetap nggak peduli.

Mereka tahu kamu tetap bakal nyuapin mereka, gendong mereka, dan posting foto mereka di Instagram dengan caption: “my baby 😽.”

 

Penutup:

Jadi kalau besok kamu bangun tidur dan melihat kucingmu sudah menjatuhkan vas bunga, gelas, headset, dan bahkan remote TV, jangan marah.

Mungkin dia sedang jadi ilmuwan.

Mungkin dia sedang melatih kesabaranmu.

Atau mungkin... dia cuma pengen bilang:

“Ini rumah siapa? Aku atau kamu?”

Saturday, March 1, 2025

"Konspirasi Konyol: Kenapa Orang Tua Selalu Bisa Menemukan Barang yang Kita Hilangkan?

 "Konspirasi Konyol: Kenapa Orang Tua Selalu Bisa Menemukan Barang yang Kita Hilangkan?"

Setting:

Kamar seorang pemuda berantakan. Doni, mahasiswa malas, sedang mencari kunci motornya yang hilang. Ibunya, Bu Sri, berdiri di pintu dengan ekspresi tenang.

Adegan 1: Barang Hilang, Panik Melanda

(Doni mengobrak-abrik seluruh kamar, celingak-celinguk ke bawah kasur, lemari, bahkan di dalam kulkas.)

Doni: (panik) "Astaga, kunci motor gue ke mana sih?! Udah gue cari di mana-mana!"

Bu Sri: (sambil melipat tangan) "Udah dicari beneran belum? Jangan-jangan matanya aja yang nggak dipake."

Doni: (kesal) "Iya, udah! Masa gue harus punya mata elang buat nemuin ini kunci?!"

Bu Sri: (santai) "Sini, Ibu cariin."

Adegan 2: Fenomena Orang Tua Detektor

(Bu Sri masuk ke kamar, membuka laci meja dengan tenang, lalu… mengambil kunci motor yang ada di sana.)

Bu Sri: (senyum kalem, sambil menunjukkan kunci) "Nih, ada di sini."

(Doni langsung melongo.)

Doni: (terkejut) "Hah?! Kok bisa sih, Bu?! Padahal gue udah cari di situ lima kali!"

Bu Sri: (senyum misterius) "Ibu punya ilmu khusus."

Doni: (curiga) "Ilmu apa, Bu? Jangan-jangan ini bukan sekadar kebiasaan… tapi ada konspirasi?"

Adegan 3: Teori Konspirasi Dimulai

(Doni duduk dan mulai berpikir keras.)

Doni: (berbisik dramatis) "Ibu-ibu di dunia ini… jangan-jangan mereka bagian dari organisasi rahasia yang disebut Secret Mom Society?"

Bu Sri: (ketawa kecil) "Apa lagi sih ini?"

Doni: (serius) "Dari zaman dulu, semua orang tua selalu bisa nemuin barang hilang! Ini bukan kebetulan, Bu! Pasti ada jaringan informasi tersembunyi yang menghubungkan semua ibu-ibu di dunia!"

Adegan 4: Bukti-Bukti Mencurigakan

(Doni mulai menjabarkan teorinya sambil mondar-mandir seperti detektif.)

Doni: "Pertama! Setiap kali kita kehilangan sesuatu, kita cari berjam-jam… nihil. Tapi begitu ibu-ibu yang turun tangan… Bim salabim, barangnya langsung ketemu!"

Bu Sri: (nyeruput teh dengan santai) "Iya, karena kamu nyarinya pake dengkul, bukan mata."

Doni: (mengabaikan komentar ibunya, lanjut berpikir) "Kedua! Ibu-ibu selalu tahu di mana barang kita, walaupun mereka nggak lihat kita taruh di mana. Ini bukti kalau mereka punya GPS tracking system yang terhubung ke seluruh benda di rumah!"

Bu Sri: (ketawa sambil geleng-geleng kepala) "Dasar anak konspirasi."

Doni: (semakin semangat) "Ketiga! Jangan-jangan, ini semua bagian dari pelatihan rahasia yang diwariskan turun-temurun! Setiap ibu punya akses ke ‘Kode Ibu Global’ yang memungkinkan mereka menemukan barang hilang dalam hitungan detik!"

Adegan 5: Percobaan Ilmiah

(Doni ingin membuktikan teorinya.)

Doni: (menantang) "Baik, kita uji teori ini! Bu, coba sekarang cari remote TV yang sudah hilang sejak zaman purba!"

Bu Sri: (menghela napas, lalu berjalan ke sofa, mengangkat bantal… dan menemukan remote TV di bawahnya.)

Bu Sri: (sambil mengangkat remote) "Nih."

Doni: (mulai panik, berkeringat dingin) "Astaga… Ini lebih dari sekadar kebiasaan… Ini KEAJAIBAN!"

Bu Sri: (tertawa kecil) "Atau mungkin… ini cuma logika dasar? Kalau nyari sesuatu, ya pakai otak!"

Adegan 6: Kesimpulan Konyol

(Doni mulai curiga dan mendekati ibunya.)

Doni: (menyipitkan mata) "Bu… jujur, ibu ada keanggotaan di organisasi Secret Mom Society, kan?!"

Bu Sri: (tertawa geli) "Nggak ada itu, Nak. Ibu cuma pakai mata dan pengalaman. Kamu aja yang kalau nyari barang kayak lagi main petak umpet."

Doni: (masih curiga) "Atau mungkin… ibu cuma nggak boleh ngasih tahu rahasianya ke anak-anak!"

(Bu Sri hanya tertawa dan kembali menikmati tehnya. Doni pun terdiam, masih berpikir keras… sementara di luar sana, seorang bapak juga sedang mencari sandal yang hilang.)

Tamat. 😆

Friday, February 28, 2025

Apakah Burung Merpati Adalah Robot Mata-Mata

 "Apakah Burung Merpati Adalah Robot Mata-Mata?"


Setting:

Sebuah warung kopi sederhana di pinggir jalan. Ujang dan Dodi, dua sahabat yang hobi teori konspirasi, sedang ngobrol serius sambil menyeruput kopi.


Adegan 1: Teori Konspirasi Dimulai

(Ujang menatap burung merpati yang bertengger di atas kabel listrik.)

Ujang: (berbisik) "Dodi, lo sadar nggak? Itu burung merpati udah dari tadi di situ, nggak gerak-gerak."

Dodi: (melirik santai, lalu ngunyah gorengan) "Terus kenapa?"

Ujang: (mendekat, bisik-bisik dramatis) "Gue yakin, itu bukan burung biasa. Itu… robot mata-mata!"

Dodi: (ketawa sambil hampir keselek gorengan) "Hah?! Lo becanda kan?"

Ujang: (serius) "Serius! Lo pikir aja, pernah nggak lo liat anak burung merpati?"

Dodi: (mikir keras, lalu kaget) "Eh, iya juga ya… Merpati mah tiba-tiba gede gitu aja!"

Ujang: (mengangguk yakin) "Nah! Itu karena mereka bukan lahir dari telur… tapi pabrik! Mereka diprogram untuk mengawasi kita!"


Adegan 2: Bukti-bukti Mencurigakan

(Dodi mulai tertarik dan melihat burung merpati itu dengan penuh curiga.)

Dodi: "Tapi kalau mereka robot, kenapa bisa terbang?"

Ujang: (sok pinter) "Karena mereka pakai teknologi drone canggih! NASA sama CIA pasti kerja sama buat bikin burung ini."

Dodi: (melongo) "Waduh, serem juga ya… Terus kenapa mereka sering nongkrong di kabel listrik?"

Ujang: (bersemangat) "Nah! Itu tempat ngecas mereka! Lo pikir kenapa burung nggak pernah kesetrum pas bertengger di kabel? Karena mereka nyedot listrik buat ngisi daya!"

Dodi: (matanya membesar) "Astaga… Masuk akal juga! Trus kenapa mereka sering buang kotoran sembarangan?"

Ujang: (bisik-bisik lagi) "Itu bukan kotoran, Dod… Itu chip kecil buat menyebarkan virus biar kita gampang dipantau!"

Dodi: (panik, langsung ngelap celananya) "Ya ampun! Tadi celana gue kena pup merpati! Berarti gue udah di-hack!?"

Ujang: (mengangguk serius) "Bisa jadi… HP lo pasti juga udah kena sadap!"

Dodi: (panik, langsung matiin HP-nya dan lempar jauh-jauh) "Mending gue balik ke Nokia jadul aja! Biar aman!"


Adegan 3: Eksperimen Lapangan

(Dodi makin penasaran dan mengusulkan eksperimen.)

Dodi: "Eh, kalau beneran robot, harusnya bisa kita uji kan?"

Ujang: "Gimana caranya?"

Dodi: (mengeluarkan magnet kecil dari saku) "Kalau mereka beneran robot, pasti ada besinya!"

(Mereka perlahan mendekati burung merpati yang bertengger di kabel. Dodi mengayunkan magnetnya pelan-pelan… tapi tiba-tiba burungnya terbang dan… PLUK! meninggalkan "hadiah" di kepala Ujang.)

Ujang: (terdiam, lalu memegang kepalanya pelan-pelan) "Dod… tolong bilang ke gue… ini oli mesin, bukan pup…"

Dodi: (tertawa ngakak) "Hahaha! Fix, jang! Itu bukan robot! Itu burung asli!"

Ujang: (meratap) "Berarti teori gue salah?"

Dodi: (menenangkan Ujang) "Bukan salah, Jang… Tapi mungkin mereka udah upgrade teknologi ke tingkat lebih tinggi, pake sistem pertahanan biologis!"

Ujang: (langsung semangat lagi) "Wah, iya! Ini pasti taktik pengalihan biar kita nggak curiga! Gue harus riset lebih dalam!"


Adegan 4: Kesimpulan Absurd

(Ujang dan Dodi kembali ke warung kopi, masih membahas teori konspirasi mereka.)

Dodi: (sambil menyeruput kopi) "Jadi, kesimpulannya?"

Ujang: (mikir keras, lalu mengangguk yakin) "Gue rasa burung merpati memang robot mata-mata… Tapi mereka udah berkembang jadi model yang lebih canggih, pake teknologi organik!"

Dodi: (mengangguk dramatis) "Iya… Dan mungkin… semua burung di dunia ini sebenernya agen rahasia!"

Ujang: (mendadak curiga, melirik ke ayam goreng di piringnya) "Eh, Dod… Kalau burung merpati robot… Ayam ini gimana?"

Dodi: (mikir sebentar, lalu panik) "Jangan-jangan… ayam goreng ini drone yang gagal produksi?!?"

(Keduanya langsung menatap ayam goreng dengan penuh ketakutan.)


Tamat. 😆

Thursday, February 27, 2025

Panik di ATM

 "Panik di ATM"


Setting:

Sebuah ruangan ATM kecil di pinggir jalan. Pak Diran, pria paruh baya yang gagap teknologi, masuk ke dalam ATM dengan penuh percaya diri. Ia mengeluarkan kartu ATM dari dompetnya, bersiap untuk tarik tunai.


Adegan 1: Transaksi Dimulai

(Pak Diran memasukkan kartu ATM ke mesin dan mulai menekan tombol dengan serius.)

Pak Diran: (mumbling sambil baca layar) "Pilih bahasa… Indonesia, jelas lah! Masukkan PIN… Oke, 1-2-3-4…" (melirik ke belakang dengan curiga, takut ada yang ngintip)

(Setelah memasukkan PIN, ia memilih jumlah uang yang ingin ditarik.)

Pak Diran: "Satu juta? Wah, kayaknya kebanyakan… Lima ratus ribu aja deh… Eh, tapi cukup nggak ya buat seminggu?" (mikir lama banget, sampai orang di belakang mulai gelisah)

Orang di Belakang: (batuk pura-pura, kode biar cepet) "Ehem."

Pak Diran: (panik sendiri) "Iya, iya, sebentar!" (akhirnya neken tombol ‘Tarik 500.000’)


Adegan 2: Kartu Hilang?!

(Mesin berbunyi dan mulai memproses transaksi. Tapi tiba-tiba, layar ATM menunjukkan pesan ERROR!)

Layar ATM: "Transaksi tidak dapat diproses. Silakan coba lagi."

(Pak Diran mulai panik.)

Pak Diran: (ngelus dada) "Hah? Kok gagal?! Jangan-jangan duit saya hilang?! Atau ATM-nya nge-prank saya?!"

(Ia melihat ke mesin dan baru sadar… kartunya tidak ada di slot!)

Pak Diran: (langsung pucat) "Ya ampun! Kartu saya ditelan ATM!! Astagfirullah, gimana ini?! Saya harus lapor polisi?! Atau panggil dukun?!"

(Orang di belakang mulai ikut panik melihat kelakuan Pak Diran.)

Orang di Belakang: "Pak, coba tenang dulu…"

Pak Diran: (kalang kabut, melihat ke sekitar ATM, bahkan mencoba mengintip ke dalam mesin ATM seperti nyari barang jatuh) "Mungkin bisa saya colek pakai sedotan?!"


Adegan 3: Kesadaran Muncul

(Saat Pak Diran semakin panik, tiba-tiba, tangannya terasa ada sesuatu...)

Pak Diran: (mikir sebentar, lalu pelan-pelan menunduk melihat tangannya sendiri… dan… KARTU ATM-NYA MASIH ADA DI TANGAN!*

(Dia terdiam sejenak.)

Orang di Belakang: (ngintip) "Pak… itu kartunya masih di tangan Bapak."

(Suasana menjadi hening sejenak. Pak Diran melirik kartu ATM di tangannya, lalu kembali menatap mesin.)

Pak Diran: (ngusap keringat, lalu ketawa kecil malu-malu) "Ehehe… Iya ya, kartu saya nggak kemana-mana…"

Orang di Belakang: (tepok jidat) "Astaga, Pak. Saya udah deg-degan juga tadi!"

Pak Diran: (coba ngeles) "Ini… ini cuma tes aja, biar ATM-nya nggak merasa terlalu nyaman. Biar dia tetap waspada!"

Orang di Belakang: (melotot) "Pak, itu mesin ATM, bukan istri Bapak!"


Adegan 4: Efek Samping Malu Sendiri

(Karena malu, Pak Diran buru-buru mencoba transaksi lagi. Tapi karena panik, dia malah salah tekan tombol dan memilih ‘Cek Saldo’.)

Layar ATM: "Saldo Anda: Rp. 12.500,-"

(Pak Diran langsung kaget dan histeris.)

Pak Diran: (teriak) "HAH?! DUIT SAYA KE MANA?!"

Orang di Belakang: (mencoba nahan ketawa) "Pak, itu emang saldo Bapak segitu kali…"

Pak Diran: (merenung sebentar, lalu bisik-bisik ke ATM) "Maaf ya tadi saya nuduh kamu nelen kartu saya… Saya salah paham…" (usap layar ATM pelan-pelan kayak minta maaf ke temen yang marah)


Adegan 5: Keluar Dengan Malu

(Karena sadar duitnya tinggal receh, Pak Diran akhirnya keluar dari ATM dengan langkah gontai. Orang di belakangnya hanya bisa menggelengkan kepala sambil cekikikan.)

Pak Diran: (menghela napas) "Yah, nggak jadi tarik tunai… Minimal dapat pengalaman berharga lah…"

(Saat keluar, tiba-tiba seorang bapak lain lewat dan tanya.)

Bapak Lain: "Pak, di dalam antrean panjang nggak?"

Pak Diran: (senyum kecut) "Nggak, Pak. Tapi hati-hati, ATM-nya suka main sulap!"

(Orang di belakang akhirnya ngakak.)


Tamat. 😆

Wednesday, February 26, 2025

Ojek Online dan Drama Penumpang

 Ojek Online dan Drama Penumpang"

Setting:

Seorang driver ojek online, Bang Jaja, sedang mangkal di pinggir jalan sambil main HP. Tiba-tiba, aplikasi berbunyi, menandakan ada order masuk.

Adegan 1: Order Misterius

(Bang Jaja melihat notifikasi dan tersenyum.)

Bang Jaja: (berbicara sendiri) "Wah, ada order nih! Semoga kali ini penumpangnya normal."

(Ia melihat alamat penjemputan dan membaca nama penumpangnya.)

Bang Jaja: "Penumpang: Mbak Siska. Lokasi: Gang sempit belakang warung pecel lele." (mengerutkan dahi) "Lah? Kok lokasi horor begini?"

(Dengan penuh penasaran, Bang Jaja bergegas menuju titik jemput.)

Adegan 2: Pertemuan Pertama

(Bang Jaja tiba di gang sempit dan melihat seorang wanita, Mbak Siska, berdiri sambil pakai jaket dan masker, wajahnya tertutup rapat.)

Bang Jaja: (mencoba ramah) "Permisi, Mbak Siska ya?"

Mbak Siska: (suara berat, seperti suara pria) "Iya, Bang. Saya Siska."

(Bang Jaja langsung kaget dan menelan ludah.)

Bang Jaja: (memandang curiga) "Mbak… suaranya kok… agak bariton ya?"

Mbak Siska: (tertawa kecil) "Hehe, emang gini dari lahir, Bang. Udah jalan aja yuk."

(Bang Jaja mulai merinding, tapi mencoba profesional.)

Bang Jaja: (mencoba santai) "Iya deh, naik ya Mbak…"

Adegan 3: Penumpang Aneh

(Mbak Siska naik ke motor. Baru beberapa meter berjalan, tiba-tiba…)

Mbak Siska: (teriak tiba-tiba) "BANG! BERHENTI!"

(Bang Jaja langsung rem mendadak, hampir jatuh.)

Bang Jaja: (kaget) "Astaghfirullah! Ada apaan, Mbak?!"

Mbak Siska: (menunjuk warung pinggir jalan) "Beli cilok dulu, Bang. Saya lapar!"

Bang Jaja: (menghela napas) "Ya ampun, Mbak… hampir kena serangan jantung saya!"

(Setelah beli cilok, perjalanan berlanjut. Tapi baru beberapa meter…)

Mbak Siska: (teriak lagi) "BANG! BERHENTI LAGI!"

Bang Jaja: (mengerem mendadak lagi) "Astaghfirullah! Kenapa lagi, Mbak?!"

Mbak Siska: (makan cilok santai) "Tadi lupa beli es teh. Haus."

Bang Jaja: (ngelus dada) "Mbak, ini kita mau ke tujuan atau wisata kuliner?"

Adegan 4: Permintaan Aneh Lagi

(Setelah membeli es teh, perjalanan berlanjut. Tiba-tiba…)

Mbak Siska: (memegang bahu Bang Jaja pelan-pelan) "Bang… aku capek, bisa ngebut dikit?"

Bang Jaja: (kaget) "Mbak, kita udah di jalan raya, nggak bisa asal ngebut!"

Mbak Siska: (berbisik pelan) "Tapi aku udah ngantuk…"

Bang Jaja: (mengerutkan dahi) "Terus?"

Mbak Siska: (santai) "Kalau bisa, Bang pelan-pelan aja, saya mau tidur bentar."

Bang Jaja: (melotot) "Lah?! Mbak pikir ini becak kali?!"

Adegan 5: Masalah Baru

(Mbak Siska akhirnya diam dan perjalanan berlanjut. Tapi tiba-tiba… HP Bang Jaja berbunyi.)

Aplikasi Ojek Online: "Perhatian! Order telah dibatalkan oleh penumpang!"

(Bang Jaja langsung panik dan menoleh ke belakang.)

Bang Jaja: "Lho, Mbak! Kok ordernya dibatalin?!"

Mbak Siska: (cengengesan) "Eh, iya. Tadi kepencet."

Bang Jaja: (mencoba sabar) "Lah, terus ini saya nganterin Mbak gratis?!"

Mbak Siska: (senyum santai) "Tenang, Bang. Saya kasih cilok buat ganti ongkos!"

(Bang Jaja hampir pingsan di tempat.)

Tamat. 😆

Tuesday, February 25, 2025

Dilema Tukang Parkir

 Dilema Tukang Parkir"


Setting:

Sebuah parkiran minimarket. Bang Jono, seorang tukang parkir berpengalaman, sedang berjaga sambil memainkan peluitnya. Ia terbiasa mengandalkan suara mesin kendaraan untuk mengatur lalu lintas parkir.


Adegan 1: Awal Masalah

(Bang Jono berdiri di parkiran sambil bersiul, memperhatikan kendaraan keluar masuk. Tiba-tiba, ia melihat mobil di depannya bergerak sendiri.)

Bang Jono: (celingak-celinguk) "Lho? Ini mobil jalan sendiri? Setan kali ya?"

(Ia melompat mundur dan melihat sekeliling, memastikan tidak ada yang mendorong mobil itu.)

Bang Jono: "Waduh, ini kerasukan apa gimana?!"

(Mobil listrik semakin mendekat dengan tenang, tanpa suara sedikit pun. Saat sudah dekat, jendela terbuka dan terlihat seorang pengemudi, Pak Dedi.)

Pak Dedi: "Bang, kok diem aja? Saya mau parkir nih!"

Bang Jono: (masih panik) "Astaga, Pak! Saya kira mobil ini kesurupan! Kok nggak ada suaranya sama sekali?!"

Pak Dedi: (tertawa) "Wah, ini mobil listrik, Bang. Emang nggak ada suaranya."

Bang Jono: (mengelus dada) "Gitu ya... Kirain saya bakal masuk berita, 'Tukang Parkir Diteror Mobil Gaib'!"


Adegan 2: Kebingungan Bang Jono

(Bang Jono mencoba memandu parkir seperti biasa, tapi tanpa suara mesin, dia merasa bingung kapan harus memberi aba-aba.)

Bang Jono: (bersiap dengan peluit) "Oke, Pak. Mundur... Mundur..."

(Mobil tidak mengeluarkan suara sedikit pun. Bang Jono tidak yakin apakah mobilnya sudah bergerak atau belum.)

Bang Jono: (melihat ke belakang mobil, lalu ke depan lagi) "Lho? Ini udah mundur belum?"

Pak Dedi: (mengangguk) "Udah, Bang."

Bang Jono: (mencoba menajamkan pendengaran) "Tapi kok saya nggak denger suara 'ngeengg'?"

Pak Dedi: (tertawa kecil) "Kan saya bilang, mobilnya listrik, Bang!"

Bang Jono: (garuk kepala) "Duh, susah juga ya. Biasanya saya denger suara mesin, baru saya teriak 'stooopp!'"


Adegan 3: Strategi Baru

(Bang Jono mulai mencoba strategi baru.)

Bang Jono: (mikir keras, lalu punya ide) "Oh, saya tahu! Pak, saya bakal kasih kode pakai mimik wajah aja!"

Pak Dedi: "Mimik wajah?"

Bang Jono: (mengangguk serius) "Iya, kalau saya senyum dikit, berarti mundur pelan-pelan. Kalau alis saya naik, berarti hampir nabrak. Kalau mata saya melotot, BERHENTI SEKARANG!"

Pak Dedi: (tertawa) "Waduh, saya jadi ngerasa ikut audisi pantomim nih!"


Adegan 4: Eksperimen Gagal

(Pak Dedi mulai memundurkan mobil perlahan-lahan. Bang Jono mengikuti dengan ekspresi wajah berlebihan.)

Bang Jono: (senyum kecil – artinya 'mundur pelan-pelan')

Pak Dedi: (melihat kaca spion, ikut tersenyum balik karena bingung) "Bang, kenapa malah senyum-senyum?"

Bang Jono: (mengelevasi alis – artinya 'hati-hati')

Pak Dedi: (melihat lagi, jadi tambah bingung) "Bang, alis naik maksudnya apa? Saya harus gas atau rem?"

Bang Jono: (membelalak mata – artinya 'BERHENTI!')

Pak Dedi: (panik, malah injak gas!)

(Mobil hampir menabrak troli belanja. Bang Jono langsung melompat mundur dan meniup peluit sekencang-kencangnya!)

Bang Jono: "PAK, BERHENTI! ITU MAU MASUK TOKO APA GIMANA?!"

Pak Dedi: (cepat-cepat injak rem dan keluar mobil dengan wajah panik) "Astaga, Bang! Maaf, saya kira ekspresi Bang tadi ngajakin selfie!?"

(Keduanya terdiam sejenak. Bang Jono menghela napas panjang, sementara Pak Dedi masih memegang dadanya.)


Adegan 5: Solusi Klasik

(Setelah kejadian itu, Bang Jono menyerah dengan ekspresi wajah dan kembali ke metode tradisional.)

Bang Jono: (mengusap keringat) "Udahlah, Pak. Mulai sekarang kalau parkir pakai mobil listrik, kasih tahu saya dulu ya biar saya siap mental!"

Pak Dedi: (tertawa) "Siap, Bang. Saya usul, Bang Jono pakai suara sendiri aja. Teriak 'ngeengg' biar saya juga ikut paham!"

Bang Jono: (mikir sebentar, lalu mencoba) "Ngeeeeeng... ngeeeeeng... STOP!"

Pak Dedi: (tertawa sambil tepuk tangan) "Wah, ini baru tukang parkir serba bisa!"


Tamat. 😆

Monday, February 24, 2025

Nenek vs Teknologi

 

Nenek vs Teknologi

Setting: Ruang tamu rumah nenek. Seorang cucu, Dani, sedang mengajari Nenek Sri cara menggunakan WhatsApp di smartphone barunya.

Adegan 1: Nenek Mulai Belajar

(Dani duduk di samping Nenek Sri, yang memegang smartphone dengan sangat hati-hati, seolah-olah itu benda pusaka.)

Dani: "Nek, ini WA ya, WhatsApp. Jadi Nek bisa kirim pesan ke keluarga atau teman."

Nenek Sri: (mengerutkan dahi) "Oh gitu? Berarti bisa buat nelepon juga?"

Dani: "Bisa, Nek. Tapi ini WA buat kirim pesan juga. Bisa bikin grup keluarga biar ngobrolnya enak."

Nenek Sri: "Wah, bisa bikin grup arisan juga?"

Dani: "Bisa banget, Nek!"

Nenek Sri: (senyum puas) "Wah, canggih betul ya! Dulu zaman Nenek, kalau mau ngobrol ya harus jalan kaki ke rumah orang."

Dani: "Sekarang tinggal ketik, Nek!"


Adegan 2: Nenek Mencoba Bikin Grup WA

(Dani menunjukkan cara membuat grup WA. Nenek Sri mulai mengetik dengan kacamata turun di ujung hidungnya.)

Nenek Sri: (membaca sambil mengetik pelan-pelan) "Nama grupnya... 'Arisan Bahagia'... Habis itu apa lagi?"

Dani: "Sekarang tinggal tambahkan anggota grupnya, Nek."

Nenek Sri: (mengangguk-angguk dan mulai pencet-pencet layar dengan serius) "Udah! Beres!"

(Dani melihat ke layar dan langsung terkejut.)

Dani: "Lho, Nek! Kok grupnya cuma ada Nenek sendiri?"

Nenek Sri: (bingung) "Hah? Maksudnya gimana?"

Dani: "Nenek nggak tambahin orang lain. Ini grup isinya cuma Nenek doang!"

Nenek Sri: (menatap layar dengan serius) "Lah, kok bisa? Tadi udah pencet-pencet!"

Dani: "Coba Nenek cek, siapa aja yang ada di grup ini."

(Nenek Sri membuka daftar anggota dan melihat namanya sendiri.)

Nenek Sri: (mengerutkan dahi lebih dalam) "Lho iya ya? Kok cuma Nenek?"

Dani: (tertawa) "Nenek bikin grup WA, tapi isinya cuma Nenek sendiri!"

Nenek Sri: (garuk kepala) "Jadi, kalau Nenek kirim pesan, yang baca siapa?"

Dani: (masih tertawa) "Ya Nenek sendiri!"

Nenek Sri: (merenung sebentar, lalu mulai tertawa juga) "Wah, ini namanya arisan sendirian! Hadiahnya siapa yang dapat?"

Dani: "Ya Nenek sendiri juga!"

Nenek Sri: "Bagus juga, nggak usah ribet nagih iuran!"


Adegan 3: Nenek Semakin Kreatif

(Setelah Dani memperbaiki grup dan memasukkan anggota keluarga, Nenek Sri mulai aktif mengirim pesan.)

Nenek Sri: (mengetik di grup dengan capslock on) "HALOOO ANAK-ANAKKU! INI NENEK!"

(Dani langsung kaget melihat semua huruf besar.)

Dani: "Nek, itu hurufnya jangan gede semua. Kayak marah-marah."

Nenek Sri: (kaget) "Oh gitu? Nenek pikir biar pada jelas bacanya!"

Dani: "Nggak usah, Nek. Pakai biasa aja."

(Beberapa saat kemudian, grup mulai ramai. Tapi tiba-tiba, Nenek Sri mengirim foto makanan secara beruntun.)

Nenek Sri: (kirim foto 1) "INI NASI GORENG BUAT SARAPAN"
(kirim foto 2) "INI LONTONG BUAT SIANG"
(kirim foto 3) "INI ES TEH BUAT TEMAN MAKAN"
(kirim foto 4) "INI CUCUNGGU SI DANI LAGI MAKAN" (Dani terkejut melihat fotonya sendiri saat sedang mangap makan lontong)

Dani: "Wah, Nek! Jangan spam foto terus, kasian yang paketannya abis nanti!"

Nenek Sri: (tertawa) "Biar mereka tahu Nenek makan enak!"


Adegan 4: Kesalahan Fatal Nenek

(Nenek Sri semakin nyaman dengan WA dan mencoba fitur baru: VN (Voice Note).)

Nenek Sri: (menekan tombol VN dan mulai bicara, tapi lupa tekan tombol kirim) "Halo semuanya! Ini Nenek. Nenek sehat, semoga kalian juga sehat. Kalau ada yang mau datang ke rumah, Nenek masak gudeg!"

(Dani menunggu, tapi VN-nya tidak terkirim.)

Dani: "Lho, Nek! Itu VN-nya nggak kekirim. Nenek lupa pencet tombol kirim!"

Nenek Sri: (kaget) "HAH?! Jadi Nenek ngomong dari tadi buat siapa?"

Dani: "Buat udara!"

(Nenek Sri dan Dani tertawa terbahak-bahak.)


Tamat. 😆

Sunday, February 23, 2025

Drama di Warung Kopi

 Drama di Warung Kopi

Setting: Sebuah kafe mahal di kota. Seorang pria sederhana, Bang Ucok, masuk ke kafe dengan penuh percaya diri. Ia mengenakan kaus oblong dan sandal jepit, terlihat sedikit kebingungan dengan suasana kafe yang modern dan estetik.

Adegan 1: Bang Ucok vs Menu Kopi

(Bang Ucok melihat daftar menu digital di layar kafe dan mulai mengernyitkan dahi. Seorang barista, Dinda, menyapanya dengan ramah.)

Dinda: "Selamat datang, Kak! Mau pesan apa?"

Bang Ucok: (mencoba tetap tenang, tapi bingung dengan menu) "Ehhh... ini kopi ada yang biasa aja nggak?"

Dinda: "Oh, tentu Kak! Mau Americano, Espresso, Cappuccino, Macchiato, atau Affogato?"

Bang Ucok: (mikir keras) "Mmm... Itu yang Affogato, namanya kayak aliran silat ya?"

Dinda: (tertawa kecil) "Itu espresso yang disajikan dengan es krim vanila, Kak."

Bang Ucok: "Ohh... kalau yang Macchiato?"

Dinda: "Itu espresso dengan sedikit busa susu."

Bang Ucok: "Lah? Jadi Macchiato itu kopi dikasih busa doang?"

Dinda: "Iya, Kak, khas banget rasanya!"

Bang Ucok: (garuk kepala) "Nggak ada yang namanya Kopi Kapal Selam aja, ya?"

Dinda: (bingung) "Maksudnya apa tuh, Kak?"

Bang Ucok: "Kopi tubruk, Mbak. Yang ampasnya bisa buat ramalan masa depan."

Dinda: (tertawa) "Hehe, kalau di sini adanya kopi manual brew, Kak. Pakai metode V60 atau French Press."

Bang Ucok: (mikir keras lagi) "V60? Itu maksudnya harga kopinya 60 ribu ya?"

Dinda: (tertawa kecil) "Bukan, Kak! Itu metode penyeduhan kopi."


Adegan 2: Bang Ucok vs Harga Kopi

(Bang Ucok akhirnya menyerah dan menunjuk satu menu sembarangan.)

Bang Ucok: "Yaudah, saya pesan... ini aja deh, yang Latte."

Dinda: "Baik, Kak. Itu jadi 48 ribu, ya!"

Bang Ucok: (kaget dan langsung batuk-batuk) "Berapa, Mbak?! 48 ribu?! Kopi saya pake biji emas apa gimana?"

Dinda: "Hehe, itu harga standar, Kak."

Bang Ucok: (mencoba berpikir rasional) "Mbak, saya beli kopi sachet di warung cuma dua ribu, masih dapet kembalian buat beli gorengan."

Dinda: "Tapi ini kopi premium, Kak. Biji kopinya dari Amerika Selatan."

Bang Ucok: (membelalak) "Waduh, jauh banget perjalanannya ya! Itu harga termasuk ongkos pesawatnya juga, ya?"

Dinda: (tertawa) "Nggak, Kak. Memang kualitasnya beda."

Bang Ucok: (mikir sebentar, lalu garuk kepala) "Mbak, kalau saya pesan air putih aja, berapa?"

Dinda: "Air mineral? Itu 20 ribu, Kak."

Bang Ucok: (menghela napas panjang) "Mbak, di rumah saya, air segalon cuma 15 ribu, bisa buat sebulan!"

Adegan 3: Keputusan Akhir Bang Ucok

(Bang Ucok akhirnya pasrah, tapi masih berat hati.)

Bang Ucok: "Mbak, kalau saya duduk aja di sini, terus pura-pura ngopi, gratis nggak?"

Dinda: (tertawa kecil) "Wah, nggak bisa, Kak. Minimal pesan sesuatu."

Bang Ucok: (menghela napas, lalu mendekati kasir dengan wajah pasrah) "Yaudah, Mbak... Saya pesan kopinya satu."

(Setelah membayar dengan berat hati, Bang Ucok duduk. Kopinya datang dalam cangkir kecil.)

Bang Ucok: (menatap kopinya, lalu kaget) "Lah?! Ini kopi atau sampel doang?!"

(Dinda tertawa sambil berlalu. Bang Ucok hanya bisa merenung sambil menyeruput kopinya dengan penuh kehati-hatian, takut kehabisan dalam satu tegukan.)

Saturday, February 22, 2025

Konspirasi Konyol: Apakah Kucing Diam-diam Ingin Menguasai Dunia?

 

Konspirasi Konyol: Apakah Kucing Diam-diam Ingin Menguasai Dunia?

Bukti-buktinya Terlalu Jelas!

1. Mereka Bisa Tidur di Mana Saja dan Tetap Terlihat Berkelas
Pernah lihat manusia tidur di sembarang tempat dan tetap terlihat elegan? Tidak ada. Kalau manusia tidur di kursi, hasilnya mirip pesawat jatuh. Tapi kucing? Mereka bisa tidur di wastafel, di atas TV, bahkan di atas kepala kita—dan tetap terlihat seperti bangsawan abad ke-18.

2. Mereka Punya Bahasa Rahasia
Pernah perhatikan bagaimana kucing saling tatap-tatapan lama, lalu tiba-tiba salah satu pergi begitu saja? Itu jelas komunikasi tingkat tinggi. Bisa jadi mereka sedang menyusun strategi kudeta global.

3. Mereka Mengontrol Manusia dengan Tatapan Hipnotis
Tatapan kucing bisa membuat manusia melakukan hal-hal yang tidak masuk akal. Kamu bisa datang dengan niat kerja, tapi begitu melihat kucingmu meringkuk manis, tiba-tiba kamu sudah tiga jam rebahan sambil membelainya.

4. Mereka Mempunyai Pasukan di Seluruh Dunia
Kucing liar ada di mana-mana. Mereka tampak tidak memiliki pemimpin, tetapi siapa yang tahu? Mungkin ada satu kucing superjenius yang sedang mengatur segalanya dari balik tirai… atau dari balik sofa.

5. Mereka Diam-Diam Mengendalikan Internet
Coba pikir, siapa bintang paling populer di internet? Kucing. Video kucing menguasai YouTube, meme kucing menyebar di seluruh media sosial. Bisa jadi mereka sedang mempersiapkan kita untuk menerima kucing sebagai penguasa dunia.

6. Mereka Punya Teknologi Canggih yang Kita Tidak Pahami
Pernah lihat kucing melompat ke udara tanpa alasan jelas? Mungkin mereka sedang menguji sistem gravitasi alternatif. Atau saat mereka tiba-tiba berlari tanpa sebab—bisa jadi itu latihan tempur untuk menghadapi pemberontakan manusia.

Kesimpulan:
Jangan remehkan kucing. Mungkin mereka hanya tampak malas dan menggemaskan, tapi di balik itu, mereka sedang menyusun strategi global. Kalau suatu hari kamu bangun dan melihat dunia sudah dipenuhi patung kucing emas, jangan bilang aku tidak memperingatkanmu.

Friday, February 21, 2025

Komedi Nostalgia: Anak 90an Pasti Paham


(Suasana: Sebuah tongkrongan santai di warung kopi, tiga sahabat—Andi, Budi, dan Cipto—sedang ngobrol nostalgia masa kecil mereka.)

Andi: Bro, lu sadar nggak sih? Anak-anak zaman sekarang tuh nggak bakal ngerti perjuangan kita dulu.

Budi: Maksud lu? Perjuangan ngelawan emak pas disuruh tidur siang?

Cipto: Atau perjuangan ngecilin volume TV pelan-pelan pas nonton film kartun pagi biar nggak ketahuan bapak?

Andi: Itu juga! Tapi yang lebih gila lagi, dulu kita tuh harus punya keterampilan tingkat tinggi buat muterin kaset pita yang kusut!

Budi: Wah, iya! Itu teknik yang cuma anak 90an yang paham. Lu harus pakai pensil buat gulung ulang pita kasetnya. Kalo salah dikit, bisa nyangkut dan suaranya jadi kaya robot kesurupan.

Cipto: Gue pernah tuh, pas mau dengerin lagu Sheila on 7, eh tiba-tiba pita kasetnya ketarik. Langsung panik, bro! Gue gulung pakai pensil sambil baca doa.

Andi: Hahaha, asli! Tapi ngomong-ngomong soal tragedi, lu masih inget layar TV semut nggak? Itu horor banget! Tiap kali nyetel TV, bukannya nonton kartun malah dapet “Wushhhhhh…” alias siaran semut.

Budi: Iya, tuh! Harus gebrak-gebrak TV dulu biar gambarnya normal. Kadang malah mesti mukul-mukul pake sandal! Anehnya, berhasil! Kayak TV-nya ngerti bahasa kekerasan gitu.

Cipto: Atau kalau udah parah, harus naikin antena ke atas genteng. “Udah bening belum?” Padahal yang di bawah selalu jawab, “Belum! Geser dikit lagi!” Sampai akhirnya ketiduran di atas genteng.

Andi: Nah, sekarang nggak ada tuh yang kayak gitu. Tinggal pencet tombol remote, beres.

Budi: Zaman dulu mah beda! HP aja, dulu paling keren tuh Nokia 3310. Nggak ada yang bisa ngalahin keawetan dan ketahanan batrenya!

Cipto: Yaelah, HP Nokia tuh nggak cuma awet batrenya, bro, tapi juga bisa dipake buat nimpuk maling, dijamin malingnya KO!

Andi: Itu HP bisa dipake buat bangun rumah! Kalau bata kurang, tumpuk aja Nokia 3310, pasti lebih kuat dari semen instan.

Budi: Waktu itu, gue punya Nokia, tiap kali jatuh, yang rusak bukan HP-nya, tapi lantainya! Sekarang mah, HP jatuh dikit aja udah drama, langsung layar retak kayak hati yang ditinggal pas lagi sayang-sayangnya.

Cipto: Hahaha, bener! Dan dulu tuh HP cuma buat SMS dan main Snake. Sekarang? HP dipake buat ngedit video, belanja, bahkan jadi dompet digital. Anak zaman sekarang kalau HP-nya ketinggalan, bisa langsung gagal jantung!

Andi: Zaman berubah, bro. Tapi jujur aja, gue kangen masa-masa dulu. Nggak ada medsos, nggak ada drama online, tapi kita tetap bahagia.

Budi: Bener! Bahagia kita sederhana, kayak makan ciki dapet hadiah, atau main ke rumah temen buat main PS1.

Cipto: Sekarang mah, anak-anak udah nggak ngerti apa itu kaset pita, layar TV semut, dan ketahanan HP Nokia. Kita mah generasi tangguh, bro!

Andi & Budi: Setuju! Anak 90an tetap yang terbaik!

(Mereka tertawa bersama, mengenang masa kecil yang penuh perjuangan dan kebahagiaan sederhana.)


TAMAT

Percakapan Kocak

 

Percakapan Kocak

Aku: "Mah, masak apa hari ini?"

Ibu: "Makanan."

Aku: "Makanannya apa?"

Ibu: "Yang bisa dimakan."

Aku: "Mah, aku laper."

Ibu: "Ya makan."

Aku: "Makan apa?"

Ibu: "Yang ada."

Aku: "Apa yang ada?"

Ibu: "Yang bisa dimakan."

Thursday, February 20, 2025

Ketika Ngantuk vs. Tugas


(Adegan: Seorang mahasiswa duduk di depan laptop dengan mata merah dan kantung mata tebal. Di satu sisi meja ada setumpuk tugas, di sisi lain ada bantal empuk yang tampak menggoda.)

Mahasiswa: (mengusap wajah) Oke, fokus! Tugas ini harus selesai malam ini. (menatap layar laptop) Ayo otak, bekerja sama!

Ngantuk: (muncul dalam wujud bayangan samar) Hei… tidurlah sebentar… hanya lima menit saja…

Mahasiswa: (menggeleng cepat) Tidak! Aku harus menyelesaikan tugas ini! Aku pejuang akademik!

Tugas: (muncul dengan setumpuk kertas) Betul! Aku ada deadline, kalau nggak selesai, nilai kamu melayang!

Ngantuk: Tapi kamu lelah… kalau kamu tidur sebentar, otakmu bisa bekerja lebih baik nanti…

Mahasiswa: (mendekat ke bantal, lalu terlonjak sadar) Tidak, tidak! Aku harus kuat!

Tugas: (mengetuk-ngetuk kepala mahasiswa) Jangan dengarkan dia! Kalau tugas ini selesai, kamu bisa tidur nyenyak tanpa beban!

Ngantuk: (berbisik) Tapi kalau kamu tidur sekarang, kamu bisa mimpi indah…

Mahasiswa: (menatap laptop, lalu menatap bantal, lalu laptop lagi) Aku… aku… aku—

(Layar laptop menampilkan kalimat terakhir: “Zzzzz…” Mahasiswa sudah tertidur di meja dengan tangan masih di keyboard.)

Tugas & Ngantuk: (saling berpandangan) Yaah…

(Tirai menutup, dengan suara dengkuran mahasiswa terdengar.)

Wednesday, February 19, 2025

Parodi Motivasi


(Adegan: Seorang motivator berdiri di panggung, dengan ekspresi penuh semangat. Di hadapannya, audiens duduk dengan penuh harapan.)

Motivator: Teman-teman, hari ini kita akan membahas prinsip hidup yang sangat penting! "Jangan menunda pekerjaan… kecuali kalau itu pekerjaan yang bisa ditunda dengan aman!"

(Audiens terdiam, beberapa mulai mengerutkan dahi.)

Motivator: Serius! Kenapa harus buru-buru kalau besok masih ada waktu? Kalau hari ini bisa santai, kenapa harus stres? Hidup itu soal keseimbangan!

(Seorang peserta mengangkat tangan.)

Peserta 1: Tapi, bukankah kalau kita menunda pekerjaan, nanti jadi menumpuk?

Motivator: Benar! Makanya, tunda dengan strategi! Jangan semuanya ditunda, cukup yang nggak mendesak. Yang penting, kalau nanti mepet, kita punya alasan kuat: "Saya bekerja lebih baik di bawah tekanan!"

(Audiens mulai tertawa.)

Peserta 2: Tapi kalau kebiasaan menunda terus, nanti jadi kebiasaan buruk dong?

Motivator: Nah, itulah sebabnya kita harus tahu mana yang bisa ditunda dan mana yang harus dikerjakan sekarang. Misalnya, makan itu jangan ditunda, tapi diet? Bisa mulai besok!

(Audiens tertawa lebih keras.)

Motivator: Intinya, hidup itu bukan soal bekerja keras terus-menerus. Hidup itu juga butuh menikmati momen. Jadi, kalau pekerjaan bisa ditunda dengan aman, tunda saja! Tapi ingat, jangan menunda untuk bahagia!

(Audiens bertepuk tangan dan tertawa, sementara motivator tersenyum bangga.)

Tuesday, February 18, 2025

Ketika Dompet Berbicara

 (Adegan: Seorang pria duduk di sofa, membuka dompetnya dengan penuh harapan, lalu menghela napas panjang.)

Pria: (mengintip dompet) Hmm... ayo, tunjukkan keajaibanmu!

Dompet: (dengan suara berat) Bro, sabar ya... tanggal gajian masih lama...

Pria: (terkejut) Hah?! Dompetku bisa ngomong?!

Dompet: Ya, demi menyelamatkanmu dari patah hati setiap kali membukaku kosong.

Pria: Tapi... aku lapar! Bisa nggak sih, kamu tiba-tiba munculin uang?

Dompet: (tertawa) Haha, gue dompet, bukan kantong Doraemon, bro!

Pria: (memeriksa saku) Mungkin ada uang nyelip di celana...

Dompet: Percuma, gue udah ngecek tadi. Nihil.

Pria: Ya Tuhan, ini cobaan. Mungkin di rekening masih ada...

Dompet: (menghela napas) Kalau saldo di rekeningmu bisa menangis, dia pasti sudah banjir air mata sekarang.

Pria: Aduh... terus aku harus makan apa?

Dompet: Ya, mulai dari sekarang belajarlah berhemat, bro. Ingat, tanggal gajian masih jauh, tapi mie instan selalu dekat di hati.

Pria: (menatap dompet dengan haru) Kamu dompet terbaik yang pernah kumiliki...

Dompet: Dan satu-satunya. Jadi, jagalah aku baik-baik, jangan biarkan aku kosong terlalu lama...

(Adegan berakhir dengan pria memeluk dompetnya sambil meneteskan air mata.)