Pendahuluan: Karyawan Baru dan Ilusi Produktivitas
Hari pertama kerja. Jas rapi, sepatu kinclong, rambut klimis (atau jilbab
yang dilipat simetris). Wajah penuh semangat, senyum tak lepas dari wajah, dan
tentu: satu misi utama—memberi kesan pertama yang maksimal.
Namun, dalam upaya tampil profesional, muncul fenomena yang sangat khas
dunia kerja: karyawan baru yang sok sibuk.
Bukan karena dia benar-benar sibuk, tapi karena… ya, gimana lagi? Tugas
belum jelas, tapi nggak enak kalau terlihat santai. Akhirnya, mulailah drama
kerja ala sinetron prime time: mengetik sembarang dokumen, berpura-pura membaca
email, atau jalan cepat tanpa tujuan.
Mari kita bahas, penuh tawa dan mungkin sedikit sentilan, bagaimana karyawan
baru berusaha tampil “super produktif” padahal dalam hati bingung harus
ngapain.
Bab 1: Hari Pertama dan Rasa Tak Enakan
Semua berawal di hari pertama.
Namanya Andi. Fresh graduate, baru pertama kali kerja di kantor sungguhan.
Setelah orientasi singkat, ia diberi meja kerja dan akun email kantor. Tapi...
itu saja. Tidak ada tugas. Tidak ada instruksi. Tidak ada arahan.
Andi mencoba tetap tenang, lalu berkata dalam hati:
“Nggak apa-apa, mungkin hari pertama memang pengen gue adaptasi dulu. Tapi
gue harus terlihat sibuk. HARUS.”
Maka dimulailah aksi teatrikal bernama: Sok Sibuk Episode 1.
Bab 2: Email-Emailan Tak Bernyawa
Langkah pertama: buka Outlook. Masukkan password. Email masuk? Hanya dua:
1. Email
sambutan dari HR.
2. Email
notifikasi sistem absensi.
Tapi Andi tetap menatap layar dengan serius. Lalu mulai klik sana-sini,
membuka dan menutup folder “Inbox” berkali-kali. Sesekali mengetik sesuatu ke
kolom “Search”, seperti “Project 2025” padahal nggak ada file-nya.
Rekan di sebelahnya bertanya, “Ngapain, Mas?”
Andi menjawab dengan suara penuh beban tanggung jawab:
“Lagi follow up beberapa hal urgent via email.”
Padahal barusan dia kirim email ke dirinya sendiri:
Subject: Cek
Isi: Test kirim email.
Bab 3: Jalan Tanpa Tujuan, Tapi Penuh Keyakinan
Setelah bosan pura-pura serius di depan komputer, Andi bangkit. Mengambil
map kosong, dan mulai berjalan cepat keliling kantor.
Ke pantry, ke ruangan HR, bahkan ke toilet dengan langkah penuh makna.
Beberapa rekan mengamati geraknya dan berbisik, “Si Andi rajin ya,
kelihatannya sibuk terus.”
Padahal dalam hati Andi berkata:
“Gue ngapain sih sebenernya?”
Yang penting terlihat gesit. Jalan cepat + wajah serius = kesan orang
penting. Itu hukum dasar dunia kantor.
Bab 4: Jendela Excel dan PowerPoint Tanpa Isi
Jam 11 siang, Andi mulai membuka Excel.
Sheet kosong. Tapi dia mengklik sel A1 sampai E20 dengan penuh semangat.
Lalu mengetik “test” di sel B2, mengatur format huruf jadi bold, warna hijau,
rata tengah. Lalu bikin grafik dari data fiktif: 10, 20, 30, 40.
Hasilnya? Pie chart yang tidak penting, tapi kelihatan sangat “kerja.”
Tak lupa buka PowerPoint. Slide pertama berjudul:
“Internal Strategy Alignment & Optimization Framework 2025”
Slide kedua: kosong.
Tapi sudah cukup untuk memberikan ilusi bahwa dia “menggodok strategi
penting.”
Bab 5: Teknik ‘Alt+Tab’ dan Refleks
Menyelamatkan Diri
Salah satu skill penting karyawan baru yang ingin terlihat sibuk adalah
kemampuan refleks menekan Alt+Tab. Saat membuka
YouTube sebentar (untuk hiburan, katanya sih “riset tren Gen Z”), dan mendengar
suara langkah manajer mendekat…
Alt+Tab langsung menampilkan spreadsheet yang
tadi berisi angka khayalan.
Keahlian ini mirip ninja—cepat, tepat, dan penuh insting bertahan hidup.
Bab 6: Meeting Dadakan untuk Eksistensi
Beberapa hari kemudian, Andi mencoba naik level. Ia membuat meeting sendiri
via Google Calendar, dengan judul:
“Brainstorming: Future Possibilities”
Pesertanya? Diri sendiri.
Di ruang meeting, ia duduk dengan laptop terbuka dan muka serius. Dari luar
terlihat seperti sedang pitching ke investor. Padahal, ia sedang bermain
Minesweeper sambil membuka LinkedIn.
Ketika ditanya, “Tadi meeting sama siapa, Mas?”
Ia menjawab:
“Internal alignment. Nggak bisa di-skip, penting banget buat quarter depan.”
Wah, bahasanya sudah mulai senior.
Bab 7: Akrab dengan Alat Tulis, Tapi Nggak
Nulis Apa-Apa
Andi juga mulai membawa buku catatan kemana-mana. Setiap kali ada obrolan,
langsung buka buku dan menulis sesuatu. Meskipun yang dicatat hanyalah:
·
“Catatan penting: jangan kelihatan
nganggur.”
·
“Cari tahu arti ‘alignment’. Kedengaran
keren.”
·
“Belajar kata-kata sakti seperti ‘inisiatif’
dan ‘proaktif’.”
Tak lupa, stabilo warna-warni agar terlihat visual dan dinamis. Meski isinya
tetap nihil.
Bab 8: Ngobrolin Proyek Imajinasi
Seminggu berlalu. Andi mulai berani menyisipkan jargon keren saat ngobrol:
“Kemarin gue sempat breakdown beberapa strategi digital buat pipeline minggu
depan…”
Padahal maksudnya: buka Canva, utak-atik template presentasi, lalu bingung
mau nulis apa.
Ia juga mulai sering berkata,
“Gue sih sekarang fokus ke hal yang impact-nya besar, bukan cuma task
remeh.”
Menariknya, tak ada satu pun orang yang tahu apa tugasnya sebenarnya.
Bab 9: Saat Semua Terbongkar… Tapi Tidak Ada
yang Peduli
Suatu hari, atasan Andi akhirnya berkata,
“Mas, saya lihat Anda aktif banget ya. Tapi minggu ini belum ada output
konkret yang dikirim ya?”
Andi gugup. Panik. Berkeringat. Tapi ia mengangguk tenang dan menjawab:
“Saya lagi mendalami proses. Lebih ke fase discovery dan mapping.”
Atasannya bingung. Tapi karena terdengar seperti istilah konsultan mahal,
akhirnya dia hanya berkata:
“Oke. Lanjutkan ya.”
Dan Andi pun selamat. Lagi.
Bab 10: Refleksi—Kenapa Banyak Karyawan Baru
Sok Sibuk?
Fenomena ini bukan karena malas, tapi sering kali karena:
·
Bingung harus mulai dari mana.
·
Tidak ada onboarding yang jelas.
·
Takut terlihat tidak berguna.
·
Atau… ingin dianggap berkontribusi, meski belum
tahu bagaimana.
Di sisi lain, kantor sering lupa bahwa orientasi bukan cuma kasih meja dan
email, tapi juga memberi arah dan ekspektasi yang jelas.
Akhirnya, daripada bengong, karyawan baru pun berakting… dan tanpa sadar, mengasah
kemampuan politik kantor yang sangat vital.
Penutup: Daripada Sok Sibuk, Mending Jujur dan
Nanya
Jadi, wahai para karyawan baru…
Daripada membuat “presentasi palsu” atau “meeting bayangan”, lebih baik:
·
Tanyakan langsung ke atasan: “Apa yang bisa saya
bantu?”
·
Buat catatan real tentang alur kerja.
·
Tawarkan diri bantu proyek yang ada.
·
Dan ingat, tidak apa-apa terlihat
santai kalau memang belum ada kerjaan. Yang penting, siap
ketika dibutuhkan.
Dan bagi para senior…
Jangan terlalu cepat kagum dengan yang terlihat sibuk. Bisa jadi, mereka hanya
sedang menunggu tugas… sambil membuat grafik Excel dari jumlah cacing tanah per
tahun.
Akhir kata:
Jika Anda melihat rekan baru jalan cepat ke pantry bawa map kosong, jangan
salahkan dia. Mungkin dia sedang dalam fase penyesuaian… atau syuting sitkom
internal bertajuk "Sibuk Tapi Ngambang."
No comments:
Post a Comment