Sunday, July 6, 2025

Drama Karyawan Baru yang Berusaha Sok Sibuk

Pendahuluan: Karyawan Baru dan Ilusi Produktivitas

Hari pertama kerja. Jas rapi, sepatu kinclong, rambut klimis (atau jilbab yang dilipat simetris). Wajah penuh semangat, senyum tak lepas dari wajah, dan tentu: satu misi utama—memberi kesan pertama yang maksimal.

Namun, dalam upaya tampil profesional, muncul fenomena yang sangat khas dunia kerja: karyawan baru yang sok sibuk.

Bukan karena dia benar-benar sibuk, tapi karena… ya, gimana lagi? Tugas belum jelas, tapi nggak enak kalau terlihat santai. Akhirnya, mulailah drama kerja ala sinetron prime time: mengetik sembarang dokumen, berpura-pura membaca email, atau jalan cepat tanpa tujuan.

Mari kita bahas, penuh tawa dan mungkin sedikit sentilan, bagaimana karyawan baru berusaha tampil “super produktif” padahal dalam hati bingung harus ngapain.

 

Bab 1: Hari Pertama dan Rasa Tak Enakan

Semua berawal di hari pertama.

Namanya Andi. Fresh graduate, baru pertama kali kerja di kantor sungguhan. Setelah orientasi singkat, ia diberi meja kerja dan akun email kantor. Tapi... itu saja. Tidak ada tugas. Tidak ada instruksi. Tidak ada arahan.

Andi mencoba tetap tenang, lalu berkata dalam hati:

“Nggak apa-apa, mungkin hari pertama memang pengen gue adaptasi dulu. Tapi gue harus terlihat sibuk. HARUS.”

Maka dimulailah aksi teatrikal bernama: Sok Sibuk Episode 1.

 

Bab 2: Email-Emailan Tak Bernyawa

Langkah pertama: buka Outlook. Masukkan password. Email masuk? Hanya dua:

1.      Email sambutan dari HR.

2.      Email notifikasi sistem absensi.

Tapi Andi tetap menatap layar dengan serius. Lalu mulai klik sana-sini, membuka dan menutup folder “Inbox” berkali-kali. Sesekali mengetik sesuatu ke kolom “Search”, seperti “Project 2025” padahal nggak ada file-nya.

Rekan di sebelahnya bertanya, “Ngapain, Mas?”

Andi menjawab dengan suara penuh beban tanggung jawab:

“Lagi follow up beberapa hal urgent via email.”

Padahal barusan dia kirim email ke dirinya sendiri:
Subject: Cek
Isi: Test kirim email.

 

Bab 3: Jalan Tanpa Tujuan, Tapi Penuh Keyakinan

Setelah bosan pura-pura serius di depan komputer, Andi bangkit. Mengambil map kosong, dan mulai berjalan cepat keliling kantor. Ke pantry, ke ruangan HR, bahkan ke toilet dengan langkah penuh makna.

Beberapa rekan mengamati geraknya dan berbisik, “Si Andi rajin ya, kelihatannya sibuk terus.”

Padahal dalam hati Andi berkata:

“Gue ngapain sih sebenernya?”

Yang penting terlihat gesit. Jalan cepat + wajah serius = kesan orang penting. Itu hukum dasar dunia kantor.

 

Bab 4: Jendela Excel dan PowerPoint Tanpa Isi

Jam 11 siang, Andi mulai membuka Excel.

Sheet kosong. Tapi dia mengklik sel A1 sampai E20 dengan penuh semangat. Lalu mengetik “test” di sel B2, mengatur format huruf jadi bold, warna hijau, rata tengah. Lalu bikin grafik dari data fiktif: 10, 20, 30, 40.

Hasilnya? Pie chart yang tidak penting, tapi kelihatan sangat “kerja.”

Tak lupa buka PowerPoint. Slide pertama berjudul:
“Internal Strategy Alignment & Optimization Framework 2025”

Slide kedua: kosong.

Tapi sudah cukup untuk memberikan ilusi bahwa dia “menggodok strategi penting.”

 

Bab 5: Teknik ‘Alt+Tab’ dan Refleks Menyelamatkan Diri

Salah satu skill penting karyawan baru yang ingin terlihat sibuk adalah kemampuan refleks menekan Alt+Tab. Saat membuka YouTube sebentar (untuk hiburan, katanya sih “riset tren Gen Z”), dan mendengar suara langkah manajer mendekat…

Alt+Tab langsung menampilkan spreadsheet yang tadi berisi angka khayalan.

Keahlian ini mirip ninja—cepat, tepat, dan penuh insting bertahan hidup.

 

Bab 6: Meeting Dadakan untuk Eksistensi

Beberapa hari kemudian, Andi mencoba naik level. Ia membuat meeting sendiri via Google Calendar, dengan judul:
“Brainstorming: Future Possibilities”
Pesertanya? Diri sendiri.

Di ruang meeting, ia duduk dengan laptop terbuka dan muka serius. Dari luar terlihat seperti sedang pitching ke investor. Padahal, ia sedang bermain Minesweeper sambil membuka LinkedIn.

Ketika ditanya, “Tadi meeting sama siapa, Mas?”
Ia menjawab:

“Internal alignment. Nggak bisa di-skip, penting banget buat quarter depan.”

Wah, bahasanya sudah mulai senior.

 

Bab 7: Akrab dengan Alat Tulis, Tapi Nggak Nulis Apa-Apa

Andi juga mulai membawa buku catatan kemana-mana. Setiap kali ada obrolan, langsung buka buku dan menulis sesuatu. Meskipun yang dicatat hanyalah:

·         “Catatan penting: jangan kelihatan nganggur.”

·         “Cari tahu arti ‘alignment’. Kedengaran keren.”

·         “Belajar kata-kata sakti seperti ‘inisiatif’ dan ‘proaktif’.”

Tak lupa, stabilo warna-warni agar terlihat visual dan dinamis. Meski isinya tetap nihil.

 

Bab 8: Ngobrolin Proyek Imajinasi

Seminggu berlalu. Andi mulai berani menyisipkan jargon keren saat ngobrol:

“Kemarin gue sempat breakdown beberapa strategi digital buat pipeline minggu depan…”

Padahal maksudnya: buka Canva, utak-atik template presentasi, lalu bingung mau nulis apa.

Ia juga mulai sering berkata,

“Gue sih sekarang fokus ke hal yang impact-nya besar, bukan cuma task remeh.”

Menariknya, tak ada satu pun orang yang tahu apa tugasnya sebenarnya.

 

Bab 9: Saat Semua Terbongkar… Tapi Tidak Ada yang Peduli

Suatu hari, atasan Andi akhirnya berkata,

“Mas, saya lihat Anda aktif banget ya. Tapi minggu ini belum ada output konkret yang dikirim ya?”

Andi gugup. Panik. Berkeringat. Tapi ia mengangguk tenang dan menjawab:

“Saya lagi mendalami proses. Lebih ke fase discovery dan mapping.”

Atasannya bingung. Tapi karena terdengar seperti istilah konsultan mahal, akhirnya dia hanya berkata:

“Oke. Lanjutkan ya.”

Dan Andi pun selamat. Lagi.

 

Bab 10: Refleksi—Kenapa Banyak Karyawan Baru Sok Sibuk?

Fenomena ini bukan karena malas, tapi sering kali karena:

·         Bingung harus mulai dari mana.

·         Tidak ada onboarding yang jelas.

·         Takut terlihat tidak berguna.

·         Atau… ingin dianggap berkontribusi, meski belum tahu bagaimana.

Di sisi lain, kantor sering lupa bahwa orientasi bukan cuma kasih meja dan email, tapi juga memberi arah dan ekspektasi yang jelas.

Akhirnya, daripada bengong, karyawan baru pun berakting… dan tanpa sadar, mengasah kemampuan politik kantor yang sangat vital.

 

Penutup: Daripada Sok Sibuk, Mending Jujur dan Nanya

Jadi, wahai para karyawan baru…
Daripada membuat “presentasi palsu” atau “meeting bayangan”, lebih baik:

·         Tanyakan langsung ke atasan: “Apa yang bisa saya bantu?”

·         Buat catatan real tentang alur kerja.

·         Tawarkan diri bantu proyek yang ada.

·         Dan ingat, tidak apa-apa terlihat santai kalau memang belum ada kerjaan. Yang penting, siap ketika dibutuhkan.

Dan bagi para senior…
Jangan terlalu cepat kagum dengan yang terlihat sibuk. Bisa jadi, mereka hanya sedang menunggu tugas… sambil membuat grafik Excel dari jumlah cacing tanah per tahun.

 

Akhir kata:
Jika Anda melihat rekan baru jalan cepat ke pantry bawa map kosong, jangan salahkan dia. Mungkin dia sedang dalam fase penyesuaian… atau syuting sitkom internal bertajuk "Sibuk Tapi Ngambang."

No comments:

Post a Comment