Saturday, March 8, 2025

Hidup di Kos yang Dikuasai Setan (Tapi yang Nyata adalah Tetangga Berisik)


– Sebuah kisah horror... yang berubah jadi horor psikologis karena volume speaker tetangga –

 

Karakter:

·         Rino – mahasiswa baru, anak rantau, gampang parno.

·         Ucup – teman sekamar Rino, skeptis, logis, dan cuek.

·         Bang Doni – tetangga kos sebelah, penyuka musik dangdut remix dan horror tengah malam.

·         Narator – suara latar dramatis.

 

[Adegan 1: Awal Kedatangan]

(Kamar kos sederhana. Rino baru pindah, membereskan koper. Ucup sedang makan mie instan.)

Rino
Bro… ini kosnya serem banget ya. Temboknya lembab, lampu kamar mandi kedap-kedip, dan tadi pas aku masuk… ada suara cewek nangis pelan.

Ucup
(Seruput mie)
Itu pasti tetangga sebelah. Tiap hari dia nonton sinetron horor sambil nambah echo sound effect.

Rino
Serius? Gue kira itu kuntilanak.

Ucup
Sama aja sih. Cuma yang ini bayar WiFi tiap bulan.

 

[Adegan 2: Malam Pertama]

(Malam tiba. Lampu dipadamkan. Rino mencoba tidur tapi terus gelisah.)

Rino
Bro, lu denger nggak?

Ucup
(Dari kasur)
Denger apa?

Rino
Itu… suara langkah kaki di atap. Terus tadi pintu bunyi sendiri. Kayak... ada yang bisik-bisik gitu.

Ucup
(Sambil setel YouTube)
Tenang. Itu Bang Doni. Kalau malem dia suka testing speaker baru. Kadang pakai backsound film The Conjuring.

Rino
Ya Allah... aku kira jin lokal, ternyata DJ lokal.

 

[Adegan 3: Puncak Kengerian]

(Jam 1 dini hari. Rino terbangun. Kamar remang. Tiba-tiba terdengar suara perempuan tertawa pelan dari luar jendela.)

Rino
(Wajah pucat)
Bro! Bangun! Gue denger tawa kuntilanak!

Ucup
(Malas bangun)
Itu bukan kunti, itu suara tetangga cewek lantai atas. Lagi live TikTok nyoba filter setan sambil ketawa sendiri.

Rino
(Berkeringat)
Lu yakin?

Ucup
100%. Kemarin juga dia bikin konten setan teriak-teriak. Tapi yang serem itu bukan kontennya, tapi... jumlah likes-nya ratusan ribu.

 

[Adegan 4: Akhir yang Melegakan (dan Menyebalkan)]

(Besok paginya. Rino duduk sambil minum teh. Wajah lelah, mata panda.)

Rino
Gue nggak tidur semaleman, Cup. Udah fix, ini kosan bukan angker… tapi gila.

Ucup
Selamat datang di kehidupan kos, bro. Kadang yang lebih serem dari makhluk halus adalah tetangga yang doyan volume 100 jam 2 pagi.

Rino
Gue dulu ngebayangin hidup sendiri itu tenang, kayak di film. Tapi kenyataannya...

Bang Doni (teriak dari kamar sebelah)
“DJ SETAN REMIIIX!!! CEK CEK CEK...”

Rino (noleh ke arah kamera imajiner):
Tolong, ustaz... ruqyah speaker ini!

 

[Epilog]

Narator:
Di balik cerita horor, terkadang tersimpan realita yang lebih menakutkan...
Bukan karena hantu, bukan karena suara misterius...
Tapi karena tetangga kos yang

·         Punya speaker 12.000 watt,

·         Punya playlist seram,

·         Dan tidak punya batas waktu.

 

[Pesan Moral]

Jangan buru-buru manggil dukun waktu kamu dengar suara aneh di kos...
...bisa jadi itu cuma tetanggamu yang gagal jadi DJ dan memilih karier sebagai penebar teror sonik.

Friday, March 7, 2025

Bimbingan Online yang Tidak Berjalan Mulus


– Ketika Mahasiswa Coba Diskusi Skripsi lewat Zoom, Tapi Dosennya Sibuk Main Burung –

 

Prolog:

Di zaman serba daring ini, semua bisa dilakukan lewat Zoom: rapat, kelas, lamaran online, bahkan... bimbingan skripsi.

Tapi seperti kata pepatah kampus:

"Yang penting bukan sinyal kuat, tapi nasibmu saat dosen buka kamera."

Dan hari ini... nasib berkata: “Selamat datang di mimpi buruk mahasiswa.”

 

[Karakter]

·         Arif – Mahasiswa tingkat akhir, wajah penuh harap dan trauma.

·         Pak Arwan – Dosen pembimbing yang terkenal "alamiah," cinta unggas dan kadang lupa kalau dia sedang Zoom.

·         Narator – Suara latar yang sok bijak.

 

[Adegan 1: Persiapan Penuh Harap]

(Kamar kos Arif. Kamera menyala. Rambut disisir, kemeja dipakai, tapi bawahnya masih sarung. Di layar, Zoom loading.)

Arif
(Sambil ngomong ke cermin)
Hari ini aku harus dapet ACC. Harus.
Kalau bisa, langsung diketik: "Silakan daftar sidang."
Aamiin.

(Zoom connect. Masuk ke ruang tunggu. Muncul tulisan: “Tunggu host memulai meeting.”)

Arif
(Sambil berdoa)
Ya Allah, mudahkanlah bimbingan ini. Jauhkan dari sinyal putus, suara delay, dan... burung.

 

[Adegan 2: Dosen yang Tak Terduga]

(Zoom tersambung. Kamera Pak Arwan menyala. Tapi... yang terlihat bukan wajah Pak Arwan, melainkan kandang besar. Suara burung ramai berkicau. Ada tangan sedang menyuap burung lovebird.)

Arif
(Pelan)
Pak... Pak Arwan?

Pak Arwan
(Dari luar kamera)
Oh iya, Arif... bentar ya... ini si Loly belum makan.

(Burung bersiul. Arif terpana. Layar Zoom terbelah: satu sisi burung, satu sisi wajah mahasiswa putus asa.)

Arif
(Pelan ke diri sendiri)
Yang dibimbing siapa sih, saya atau Loly?

 

[Adegan 3: Diskusi Penuh Gangguan]

Pak Arwan
(Baru muncul di layar, bawa burung nempel di bahu)
Nah, gimana Bab 2 kamu? Udah saya baca... tapi setengah. Sisanya, kemarin kena tumpahan pakan.

Arif
(Otak nge-lag)
P-pakan, Pak?

Pak Arwan
Iya. Loly tuh kalau makan suka loncat. Kertasmu kena serbuk biji kenari.
Tapi saya inget, kamu pakai teori Vygotsky ya? Cocok, cocok. Tapi...

(Tiba-tiba burung di bahunya bunyi nyaring: "TWEEEEEET!")

Pak Arwan
Sebentar ya, itu suara dia kalau nggak setuju. Mungkin teori Piaget lebih pas.

Arif
(Shock spiritual)
Teori... disetujui atau tidak... oleh burung?

 

[Adegan 4: Klimaks Kacau]

Arif
Pak, saya juga mau tanya soal metode penelitian saya. Kualitatif deskriptif, sudah cocok?

Pak Arwan
Hmm...
Sebentar ya, Loly kayaknya stres. Dia biasanya ngekek, sekarang diem aja.

Arif
(Melihat jam. Waktu bimbingan tinggal 5 menit.)
Pak, saya cuma minta dikoreksi bagian teknik pengumpulan data aja...

Pak Arwan
Tenang, nanti saya kirim lewat WA ya. Kalau nggak sibuk ngasih vitamin burung.

(Lalu layar Zoom Pak Arwan tiba-tiba mati. Putus.)

Arif
Halo? Pak?
Pak??
...Hello darkness my old friend...

 

[Epilog]

Narator:
Di era digital, tidak semua bimbingan berjalan mulus.
Kadang sinyal yang putus.
Kadang dosennya sibuk Zoom dari kandang burung.
Dan kadang... mahasiswa cuma bisa berkata:

“Antara saya dan Loly, tolong pilih salah satu, Pak.”

 

[Pesan Moral]

Bimbingan online itu butuh tiga hal:

1.      Sinyal kuat

2.      Mahasiswa siap

3.      Dosen tidak sedang jadi juragan lovebird

 

Thursday, March 6, 2025

Skripsi dan Keajaiban Kata “Fix”


(Kisah tragis-lucu perjuangan mahasiswa 99% jadi sarjana… tapi 100% kena revisi.)

Karakter:

·         Reno – mahasiswa semester 14, skripsi sudah 99% selesai (katanya).

·         Dinda – sahabat Reno, realistis dan suka nyeletuk.

·         Pak Dosen – pembimbing skripsi legendaris, kalem tapi selalu menyelipkan revisi.

 

[Adegan 1: Di Kantin Kampus]

(Reno duduk dengan wajah penuh kemenangan. Di tangannya ada flashdisk warna ungu dan map bening berisi skripsi tebal. Dinda datang dengan teh es dan ekspresi penasaran.)

Dinda:
Bro! Gimana? Udah fix?

Reno:
(Face confident)
Fix, Din. Udah. Ini bener-bener fix. Tinggal ACC terus maju sidang. Malam tadi aku sampe cium laptop.

Dinda:
(Curiga)
Cium laptop? Reno, kamu baik-baik aja? Jangan sampe kamu halu gara-gara bab 4.

Reno:
(Hidupkan mode motivator)
Dinda... hidup ini tentang konsistensi dan ketekunan. Kamu lihat ini? (angkat skripsi)
Ini bukan hanya kertas. Ini... harapan keluarga besar dari tiga kabupaten.

Dinda:
(Seruput teh)
Ya semoga aja dosen pembimbingmu sependapat...

 

[Adegan 2: Ruang Dosen Pembimbing]

(Pak Dosen duduk santai di ruangannya. Reno datang dengan wajah percaya diri. Senyum lebar. Menyerahkan skripsi seperti menyerahkan undangan pernikahan.)

Reno:
Pak… ini naskah final saya. Sudah fix. Fix banget. Saya bahkan kasih spasi ganda pakai cinta.

Pak Dosen:
(Senyum tipis)
Wah, hebat. Kita lihat dulu ya… (buka halaman)
Hmm…
Bab 1... baik.
Bab 2... mantap.
Bab 3... oh, bagus.
Bab 4... nah... ini dia.

Reno:
(Ekspresi berubah sedikit)
Kenapa Pak? Ada yang keliru?

Pak Dosen:
Cuma perlu sedikit revisi kecil...

Reno:
(Sigap ambil catatan)
Oke Pak. Revisi kecil. Minor. Aman. Kayak tambalan luka kecil.

Pak Dosen:
Ya, cuma tambahkan dua teori pendukung, ganti semua diagram dengan SPSS versi terbaru, perbaiki metode, ganti daftar pustaka dengan yang pakai APA style, dan...

Reno:
(Panik mode aktif)
...dan?

Pak Dosen:
Dan buatkan bab 5 yang lebih eksploratif. Dan jangan lupa daftar isi ulang, karena halaman berubah semua.

Reno:
(Tersenyum... lalu membeku seperti patung Pancoran)
Fix, ya Pak?

Pak Dosen:
Fix... untuk direvisi.

 

[Adegan 3: Kembali ke Kantin]

(Reno kembali duduk di meja. Skripsi tampak lebih tebal dari sebelumnya. Dinda menatapnya dengan ekspresi “udah kuduga.”)

Dinda:
Gimana? Fix?

Reno:
(Berat napas)
Fix…
Fix… ternyata cuma kata pengantar menuju neraka akademik.

Dinda:
Jangan lebay, Ren.

Reno:
Aku udah 99%, Din. Tapi ternyata 1% itu bukan sisa. Itu plot twist.

Dinda:
(Lempar kerupuk)
Yah... itu tandanya kamu mahasiswa tulen. Kalau skripsimu nggak pernah direvisi mendadak, gelar S1-nya bisa dibatalkan sepihak sama dewa kampus.

Reno:
Tapi aku udah janji ke mamaku. Katanya kalau aku lulus tahun ini, aku dibikinkan spanduk.

Dinda:
Gampang. Bikin spanduk-nya dulu. Lulusnya belakangan. Itu yang banyak dilakukan orang tua Indonesia.

 

[Adegan Penutup: Di Kamar Reno]

(Reno duduk depan laptop. Halaman skripsi terbuka. Ia menulis ulang dengan tatapan pasrah.)

Reno:
(Sambil mengetik pelan)
Fix.
Fix.
Fix revisi.
Fix hati yang patah.
Fix hidup ini misteri.

 

Narator:
Dalam dunia skripsi, "fix" bukanlah akhir.
"Fix" adalah awal dari revisi yang tak berkesudahan.
Tapi ingatlah, wahai pejuang skripsi...
Setiap revisi mendekatkanmu...
...ke titik menyerah yang lebih tinggi.

 

Wednesday, March 5, 2025

Dosen Killer vs Mahasiswa Kuat Mental


Setting:

Ruang kuliah di pagi hari. Mahasiswa baru selesai UTS. Dosen killer, Pak Guntur, masuk kelas. Beliau terkenal dengan "senyum membunuh, pertanyaan menusuk hati, dan nilai mengiris harapan."

Karakter:

·         Pak Guntur – dosen killer, logat serius, suka nanya random dan mendadak.

·         Doni – mahasiswa santai tapi tahan banting.

·         Tari – mahasiswi pinter tapi grogian.

·         Budi – mahasiswa sok tahu.

·         Narator – (suara latar)

 

Narator
(suara berat)
Dalam dunia perkuliahan, ada dua jenis manusia: yang takut pada dosen killer… dan yang sudah tidak peduli lagi karena IPK sudah pasrah.

 

[Adegan 1: Kelas dimulai]

(Pak Guntur masuk kelas. Semua mahasiswa langsung duduk rapi, bahkan yang biasanya duduk di pojok sambil nonton YouTube tiba-tiba buka buku.)

Pak Guntur
Selamat pagi... atau selamat menuju perbaikan nilai, bagi yang kemarin nulis jawaban seperti ramalan bintang.

(Mahasiswa diam. Cuma suara jangkrik imajiner terdengar.)

Pak Guntur
Baik. Hari ini kita latihan soal. Siapa yang bisa jawab dengan benar… akan saya beri bonus nilai.
(sambil tersenyum setan)
Kalau salah… tetap saya nilai. Tapi, jangan harap bonus itu muncul di KHS.

(Tari gemetar, Budi mulai buka Google, Doni santai minum teh botol.)

 

[Adegan 2: Serangan Pertama]

Pak Guntur
Doni!
Apa perbedaan antara validitas dan reliabilitas dalam penelitian?

(Mahasiswa menoleh. Beberapa mulai doa-doa kecil.)

Doni
Validitas itu seperti... cinta yang jujur, Pak.
Sesuai tujuan, tidak bohong.
Sedangkan reliabilitas itu... seperti pacar yang bisa diandalkan.
Dites berkali-kali tetap sama... nggak berubah kayak mantan.

(Seisi kelas: “WOOOW!”)
(Pak Guntur angkat alis. Tidak terkesan, tapi senyum kecil muncul.)

Pak Guntur
Hmm. Filosofis. Saya tidak tahu kamu sedang jawab atau nyindir mantan.

 

[Adegan 3: Tantangan Lanjutan]

Pak Guntur
Tari!
Jelaskan teori kognitivisme dalam dua kalimat saja.

Tari (gemetar)
E-eh... Teori kognitivisme adalah... proses belajar yang... yang...
(maaf) bisa diulang, Pak?

Pak Guntur
Kita bukan di karaoke, Tari. Tidak semua bisa di-replay.

(Tari menunduk. Doni langsung menyodok dari belakang.)

Doni
Kalau boleh bantu, Pak...
Kognitivisme itu proses belajar aktif di otak.
Belajarnya bukan karena hadiah atau hukuman, tapi karena otaknya sadar, bukan karena diancam UTS.

(Kelas: “WOOOOH!”)
(Pak Guntur menoleh.)

Pak Guntur
Doni, kamu tadi sarapan apa?

Doni
Sarapan mental, Pak.

 

[Adegan 4: Pertanyaan Pamungkas]

Pak Guntur
Oke. Terakhir.
Apa esensi dari perkuliahan?

(Kelas hening. Semua menoleh ke Doni.)

Doni (dengan ekspresi tenang)
Esensi perkuliahan adalah...
Ketika mahasiswa belajar memahami dosen,
Dan dosen belajar mengikhlaskan nilai mahasiswa.

(Kelas: ngakak. Bahkan Pak Guntur menutup mulutnya menahan tawa.)

 

[Adegan Penutup]

Pak Guntur
Baik. Kelas selesai. Doni, setelah ini ke ruang saya.

(Semua: “WAAAH, MATI KAU DON!”)

Pak Guntur (tersenyum)
Saya ingin ajak kamu ngopi. Saya butuh lawan debat yang tidak takut masa depan.

 

Narator
Dalam dunia akademik, kadang bukan tentang siapa paling tahu...
Tapi siapa paling tahan mental menghadapi dosen killer.
Dan Doni?
Doni bukan mahasiswa biasa.

Doni... adalah legend.

 

Tuesday, March 4, 2025

Apakah Panci Teflon Punya Dendam Tersembunyi?


Pernah nggak sih kamu merasa dikhianati oleh benda mati? Misalnya, kamu niat masak telur dadar pagi-pagi biar hidup sehat, eh... pas dibalik, telurnya lengket total. Di panci TEFLON. Yang katanya anti lengket. Yang kamu beli pakai sisa THR dua tahun lalu.

Seketika kamu cuma bisa melotot ke arah panci itu sambil bertanya dalam hati:

“APA SALAHKU, TEFLON?!”

Dan di situlah muncul pertanyaan besar dalam hidup manusia modern:

Apakah panci teflon punya dendam tersembunyi?

 

1. Masa Lalu yang Kelam

Mari kita lihat dari sisi panci teflon. Mungkin di masa mudanya, dia adalah panci ambisius. Punya mimpi jadi alat masak Michelin Star. Tapi ternyata, dia berakhir di kos-kosan sempit, tiap hari dipakai masak mie instan jam 2 pagi, dicuci pakai sabut kawat, dan ditaruh di rak penuh kerak minyak.

Lama-lama... dia berubah.

Teflon yang dulu polos dan licin, kini penuh goresan. Hatinya keras. Penuh trauma.

Jadi, ketika kamu coba masak telur dengan percaya diri, dia hanya tertawa kecil di dalam hatinya yang hitam legam.

“Oh, kamu pikir aku masih panci yang sama?”

 

2. Dendam karena Tidak Pernah Dianggap

Coba jujur: kapan terakhir kamu memuji panci teflonmu?

Kamu sering bilang:

·         “Wah, nasinya enak banget!”

·         “Telurnya mateng sempurna!”

·         “Ayam gorengnya garing banget!”

Tapi pernah nggak kamu bilang:

·         “Wah, pancinya luar biasa!”

Enggak, kan? Nah. Itulah masalahnya.

Panci teflon butuh validasi juga, sob. Dia pengen diapresiasi, bukan cuma jadi alat masak yang dicuekin setelah dipakai. Sekali-sekali mungkin dia ingin juga disayang, dibersihkan pakai spons halus, diusap lembut, disimpan di rak VIP.

Tapi kalau kamu terus-terusan pakai dia buat goreng kerupuk, terus dicuci asal-asalan, ya jangan salahkan kalau suatu hari dia memutuskan untuk balas dendam dengan cara bikin telurnya nempel kayak hubungan tanpa kepastian.

 

3. Teflon: Korban Cinta yang Salah

Barangkali dulu panci teflon itu punya cinta pertama: kompor induksi.

Mereka cocok. Panasnya merata. Hubungannya stabil.

Tapi suatu hari, kamu datang. Kamu pakai dia di kompor gas. Kamu panasin dia tanpa minyak. Kamu biarin dia hangus gara-gara kamu keasyikan nonton drama Korea.

Dan sejak itu... hatinya hancur.

Teflon bukan lagi panci biasa. Dia adalah panci yang tersakiti. Yang tidak akan membiarkan siapa pun masak dengan tenang di atas dirinya. Yang akan membuat semua telur nempel tanpa ampun.

Dia tidak peduli kamu lapar. Dia ingin kamu tahu rasanya ditinggal pas lagi sayang-sayangnya.

 

4. Panci Teflon Adalah Guru Kehidupan

Atau mungkin... kita salah menilai.

Bisa jadi panci teflon itu sebenarnya guru kehidupan. Dia ingin mengajarkan kita bahwa:

·         Tidak semua yang terlihat mulus itu bisa dipercaya.

·         Semua janji "anti lengket" pada akhirnya bisa meleset.

·         Dan bahwa hidup itu keras—bahkan saat kamu cuma mau bikin omelet.

Panci teflon mengajarkan kesabaran. Keikhlasan. Dan pentingnya punya spatula silikon.

 

Kesimpulan: Damaikan Diri dengan Teflon

Jadi kalau suatu pagi kamu menemukan bahwa telurnya nempel, tahu gorengnya hancur, atau adonan panekukmu gagal total—jangan langsung marah.

Duduklah. Tatap pancimu dalam-dalam. Usap permukaannya dengan lembut. Lalu katakan:

“Maaf, Teflon. Aku nggak pernah benar-benar menghargaimu.”

Karena siapa tahu, itu yang dia butuhkan selama ini.

Dan siapa tahu... besok dia akan kembali jadi panci terbaik dalam hidupmu.

Monday, March 3, 2025

Kenapa Kucing Selalu Berusaha Menjatuhkan Barang?

Komedi receh

Selama ini kita hidup berdampingan dengan kucing. Mereka lucu, manja, dan kadang lebih sombong daripada mantan yang udah punya pacar baru. Tapi ada satu misteri yang belum pernah terpecahkan oleh para ilmuwan, paranormal, bahkan dukun spesialis peliharaan: kenapa kucing selalu berusaha menjatuhkan barang?

Kita semua pernah mengalaminya. Kamu baru beli vas bunga dari toko online—sampai rumah, belum sempat diisi bunga, eh... kucingmu datang, memandangi vas itu selama lima detik, lalu DORRR! Jatuh. Pecah. Dan si kucing? Jalan santai seperti tidak terjadi apa-apa. Bahkan kalau kucing bisa ngomong, mungkin dia akan bilang:

“Ups. Gravitasi bekerja dengan baik hari ini.”

Teori 1: Kucing Sedang Melakukan Penelitian

Mungkin selama ini kita salah menilai. Kucing bukan iseng, tapi ilmuwan berbulu. Setiap kali mereka menjatuhkan gelas, bolpoin, atau HP-mu yang baru dicicil 12 bulan, itu sebenarnya uji coba ilmiah. Mereka sedang menguji hukum Newton—apakah benda yang jatuh benar-benar akan tetap jatuh.

Cuma ya, kucing tuh peneliti yang perfeksionis. Mereka harus mengulang eksperimen itu tiap hari. Di meja yang sama. Dengan barang yang berbeda. Bahkan kadang barang yang sama—cuma diputar sedikit biar “hasilnya valid.”

Teori 2: Mereka Sedang Balas Dendam

Kamu pikir kucingmu nggak dendam waktu kamu kasih dia makan nasi sisa ayam goreng semalam? Atau waktu kamu tega banget mandiin dia pakai sampo wangi lavender? Kucing ingat, bro. Dan kucing tidak balas saat itu juga.

Mereka tunggu. Diam. Merencanakan.

Lalu pada suatu malam, saat kamu lengah dan meninggalkan gelas kopi di meja... KRAK! Dendam terbalaskan.

"Jangan sekali-kali kau campur Whiskas-ku dengan nasi padang lagi, manusia."

Teori 3: Mereka Sebenarnya Mafia

Coba perhatikan baik-baik. Kucing itu jalannya elegan, tatapannya tajam, dan kalau nggak suka, dia langsung bertindak. Nggak banyak omong. Seperti bos mafia.

Meletakkan benda di meja tanpa izin mereka itu seperti berjualan di wilayah mafia tanpa bayar pajak. Akibatnya? Barangmu di-sweep. Kucingmu hanya perlu satu tatapan dan... cilukba!

Barang lenyap.

“Aku udah bilang, ini wilayahku. Jangan pernah taruh barang di sini tanpa izin.”

Teori 4: Mereka Sedang Melatih Kita Jadi Manusia yang Sabar

Ini adalah teori paling spiritual. Kucing tahu kita sering emosi, gampang marah, gampang kesel karena hal kecil. Jadi mereka datang sebagai guru kehidupan. Mereka menjatuhkan barang-barangmu, bukan untuk iseng, tapi untuk melatih ikhlas.

Bayangkan, kamu baru gajian, beli miniatur Iron Man buat hiasan meja. Baru naruh—cling! jatuh. Patah. Dan kamu hanya bisa menghela napas, lalu berkata:

"Yah... mungkin belum rezeki."

Seketika kamu sadar: ternyata selama ini yang kamu butuhkan bukan miniatur Iron Man, tapi ketenangan batin.

Teori Terakhir: Karena Mereka Bisa

Kadang jawaban paling simpel adalah yang paling benar.

Kenapa kucing menjatuhkan barang?

Karena mereka bisa.

Karena nggak ada yang bisa melarang mereka. Karena tidak ada hukum internasional yang mengatur "kucing dilarang menjatuhkan barang di atas meja manusia." Bahkan kalaupun ada, mereka tetap nggak peduli.

Mereka tahu kamu tetap bakal nyuapin mereka, gendong mereka, dan posting foto mereka di Instagram dengan caption: “my baby 😽.”

 

Penutup:

Jadi kalau besok kamu bangun tidur dan melihat kucingmu sudah menjatuhkan vas bunga, gelas, headset, dan bahkan remote TV, jangan marah.

Mungkin dia sedang jadi ilmuwan.

Mungkin dia sedang melatih kesabaranmu.

Atau mungkin... dia cuma pengen bilang:

“Ini rumah siapa? Aku atau kamu?”

Saturday, March 1, 2025

"Konspirasi Konyol: Kenapa Orang Tua Selalu Bisa Menemukan Barang yang Kita Hilangkan?

 "Konspirasi Konyol: Kenapa Orang Tua Selalu Bisa Menemukan Barang yang Kita Hilangkan?"

Setting:

Kamar seorang pemuda berantakan. Doni, mahasiswa malas, sedang mencari kunci motornya yang hilang. Ibunya, Bu Sri, berdiri di pintu dengan ekspresi tenang.

Adegan 1: Barang Hilang, Panik Melanda

(Doni mengobrak-abrik seluruh kamar, celingak-celinguk ke bawah kasur, lemari, bahkan di dalam kulkas.)

Doni: (panik) "Astaga, kunci motor gue ke mana sih?! Udah gue cari di mana-mana!"

Bu Sri: (sambil melipat tangan) "Udah dicari beneran belum? Jangan-jangan matanya aja yang nggak dipake."

Doni: (kesal) "Iya, udah! Masa gue harus punya mata elang buat nemuin ini kunci?!"

Bu Sri: (santai) "Sini, Ibu cariin."

Adegan 2: Fenomena Orang Tua Detektor

(Bu Sri masuk ke kamar, membuka laci meja dengan tenang, lalu… mengambil kunci motor yang ada di sana.)

Bu Sri: (senyum kalem, sambil menunjukkan kunci) "Nih, ada di sini."

(Doni langsung melongo.)

Doni: (terkejut) "Hah?! Kok bisa sih, Bu?! Padahal gue udah cari di situ lima kali!"

Bu Sri: (senyum misterius) "Ibu punya ilmu khusus."

Doni: (curiga) "Ilmu apa, Bu? Jangan-jangan ini bukan sekadar kebiasaan… tapi ada konspirasi?"

Adegan 3: Teori Konspirasi Dimulai

(Doni duduk dan mulai berpikir keras.)

Doni: (berbisik dramatis) "Ibu-ibu di dunia ini… jangan-jangan mereka bagian dari organisasi rahasia yang disebut Secret Mom Society?"

Bu Sri: (ketawa kecil) "Apa lagi sih ini?"

Doni: (serius) "Dari zaman dulu, semua orang tua selalu bisa nemuin barang hilang! Ini bukan kebetulan, Bu! Pasti ada jaringan informasi tersembunyi yang menghubungkan semua ibu-ibu di dunia!"

Adegan 4: Bukti-Bukti Mencurigakan

(Doni mulai menjabarkan teorinya sambil mondar-mandir seperti detektif.)

Doni: "Pertama! Setiap kali kita kehilangan sesuatu, kita cari berjam-jam… nihil. Tapi begitu ibu-ibu yang turun tangan… Bim salabim, barangnya langsung ketemu!"

Bu Sri: (nyeruput teh dengan santai) "Iya, karena kamu nyarinya pake dengkul, bukan mata."

Doni: (mengabaikan komentar ibunya, lanjut berpikir) "Kedua! Ibu-ibu selalu tahu di mana barang kita, walaupun mereka nggak lihat kita taruh di mana. Ini bukti kalau mereka punya GPS tracking system yang terhubung ke seluruh benda di rumah!"

Bu Sri: (ketawa sambil geleng-geleng kepala) "Dasar anak konspirasi."

Doni: (semakin semangat) "Ketiga! Jangan-jangan, ini semua bagian dari pelatihan rahasia yang diwariskan turun-temurun! Setiap ibu punya akses ke ‘Kode Ibu Global’ yang memungkinkan mereka menemukan barang hilang dalam hitungan detik!"

Adegan 5: Percobaan Ilmiah

(Doni ingin membuktikan teorinya.)

Doni: (menantang) "Baik, kita uji teori ini! Bu, coba sekarang cari remote TV yang sudah hilang sejak zaman purba!"

Bu Sri: (menghela napas, lalu berjalan ke sofa, mengangkat bantal… dan menemukan remote TV di bawahnya.)

Bu Sri: (sambil mengangkat remote) "Nih."

Doni: (mulai panik, berkeringat dingin) "Astaga… Ini lebih dari sekadar kebiasaan… Ini KEAJAIBAN!"

Bu Sri: (tertawa kecil) "Atau mungkin… ini cuma logika dasar? Kalau nyari sesuatu, ya pakai otak!"

Adegan 6: Kesimpulan Konyol

(Doni mulai curiga dan mendekati ibunya.)

Doni: (menyipitkan mata) "Bu… jujur, ibu ada keanggotaan di organisasi Secret Mom Society, kan?!"

Bu Sri: (tertawa geli) "Nggak ada itu, Nak. Ibu cuma pakai mata dan pengalaman. Kamu aja yang kalau nyari barang kayak lagi main petak umpet."

Doni: (masih curiga) "Atau mungkin… ibu cuma nggak boleh ngasih tahu rahasianya ke anak-anak!"

(Bu Sri hanya tertawa dan kembali menikmati tehnya. Doni pun terdiam, masih berpikir keras… sementara di luar sana, seorang bapak juga sedang mencari sandal yang hilang.)

Tamat. 😆

Friday, February 28, 2025

Apakah Burung Merpati Adalah Robot Mata-Mata

 "Apakah Burung Merpati Adalah Robot Mata-Mata?"


Setting:

Sebuah warung kopi sederhana di pinggir jalan. Ujang dan Dodi, dua sahabat yang hobi teori konspirasi, sedang ngobrol serius sambil menyeruput kopi.


Adegan 1: Teori Konspirasi Dimulai

(Ujang menatap burung merpati yang bertengger di atas kabel listrik.)

Ujang: (berbisik) "Dodi, lo sadar nggak? Itu burung merpati udah dari tadi di situ, nggak gerak-gerak."

Dodi: (melirik santai, lalu ngunyah gorengan) "Terus kenapa?"

Ujang: (mendekat, bisik-bisik dramatis) "Gue yakin, itu bukan burung biasa. Itu… robot mata-mata!"

Dodi: (ketawa sambil hampir keselek gorengan) "Hah?! Lo becanda kan?"

Ujang: (serius) "Serius! Lo pikir aja, pernah nggak lo liat anak burung merpati?"

Dodi: (mikir keras, lalu kaget) "Eh, iya juga ya… Merpati mah tiba-tiba gede gitu aja!"

Ujang: (mengangguk yakin) "Nah! Itu karena mereka bukan lahir dari telur… tapi pabrik! Mereka diprogram untuk mengawasi kita!"


Adegan 2: Bukti-bukti Mencurigakan

(Dodi mulai tertarik dan melihat burung merpati itu dengan penuh curiga.)

Dodi: "Tapi kalau mereka robot, kenapa bisa terbang?"

Ujang: (sok pinter) "Karena mereka pakai teknologi drone canggih! NASA sama CIA pasti kerja sama buat bikin burung ini."

Dodi: (melongo) "Waduh, serem juga ya… Terus kenapa mereka sering nongkrong di kabel listrik?"

Ujang: (bersemangat) "Nah! Itu tempat ngecas mereka! Lo pikir kenapa burung nggak pernah kesetrum pas bertengger di kabel? Karena mereka nyedot listrik buat ngisi daya!"

Dodi: (matanya membesar) "Astaga… Masuk akal juga! Trus kenapa mereka sering buang kotoran sembarangan?"

Ujang: (bisik-bisik lagi) "Itu bukan kotoran, Dod… Itu chip kecil buat menyebarkan virus biar kita gampang dipantau!"

Dodi: (panik, langsung ngelap celananya) "Ya ampun! Tadi celana gue kena pup merpati! Berarti gue udah di-hack!?"

Ujang: (mengangguk serius) "Bisa jadi… HP lo pasti juga udah kena sadap!"

Dodi: (panik, langsung matiin HP-nya dan lempar jauh-jauh) "Mending gue balik ke Nokia jadul aja! Biar aman!"


Adegan 3: Eksperimen Lapangan

(Dodi makin penasaran dan mengusulkan eksperimen.)

Dodi: "Eh, kalau beneran robot, harusnya bisa kita uji kan?"

Ujang: "Gimana caranya?"

Dodi: (mengeluarkan magnet kecil dari saku) "Kalau mereka beneran robot, pasti ada besinya!"

(Mereka perlahan mendekati burung merpati yang bertengger di kabel. Dodi mengayunkan magnetnya pelan-pelan… tapi tiba-tiba burungnya terbang dan… PLUK! meninggalkan "hadiah" di kepala Ujang.)

Ujang: (terdiam, lalu memegang kepalanya pelan-pelan) "Dod… tolong bilang ke gue… ini oli mesin, bukan pup…"

Dodi: (tertawa ngakak) "Hahaha! Fix, jang! Itu bukan robot! Itu burung asli!"

Ujang: (meratap) "Berarti teori gue salah?"

Dodi: (menenangkan Ujang) "Bukan salah, Jang… Tapi mungkin mereka udah upgrade teknologi ke tingkat lebih tinggi, pake sistem pertahanan biologis!"

Ujang: (langsung semangat lagi) "Wah, iya! Ini pasti taktik pengalihan biar kita nggak curiga! Gue harus riset lebih dalam!"


Adegan 4: Kesimpulan Absurd

(Ujang dan Dodi kembali ke warung kopi, masih membahas teori konspirasi mereka.)

Dodi: (sambil menyeruput kopi) "Jadi, kesimpulannya?"

Ujang: (mikir keras, lalu mengangguk yakin) "Gue rasa burung merpati memang robot mata-mata… Tapi mereka udah berkembang jadi model yang lebih canggih, pake teknologi organik!"

Dodi: (mengangguk dramatis) "Iya… Dan mungkin… semua burung di dunia ini sebenernya agen rahasia!"

Ujang: (mendadak curiga, melirik ke ayam goreng di piringnya) "Eh, Dod… Kalau burung merpati robot… Ayam ini gimana?"

Dodi: (mikir sebentar, lalu panik) "Jangan-jangan… ayam goreng ini drone yang gagal produksi?!?"

(Keduanya langsung menatap ayam goreng dengan penuh ketakutan.)


Tamat. 😆

Thursday, February 27, 2025

Panik di ATM

 "Panik di ATM"


Setting:

Sebuah ruangan ATM kecil di pinggir jalan. Pak Diran, pria paruh baya yang gagap teknologi, masuk ke dalam ATM dengan penuh percaya diri. Ia mengeluarkan kartu ATM dari dompetnya, bersiap untuk tarik tunai.


Adegan 1: Transaksi Dimulai

(Pak Diran memasukkan kartu ATM ke mesin dan mulai menekan tombol dengan serius.)

Pak Diran: (mumbling sambil baca layar) "Pilih bahasa… Indonesia, jelas lah! Masukkan PIN… Oke, 1-2-3-4…" (melirik ke belakang dengan curiga, takut ada yang ngintip)

(Setelah memasukkan PIN, ia memilih jumlah uang yang ingin ditarik.)

Pak Diran: "Satu juta? Wah, kayaknya kebanyakan… Lima ratus ribu aja deh… Eh, tapi cukup nggak ya buat seminggu?" (mikir lama banget, sampai orang di belakang mulai gelisah)

Orang di Belakang: (batuk pura-pura, kode biar cepet) "Ehem."

Pak Diran: (panik sendiri) "Iya, iya, sebentar!" (akhirnya neken tombol ‘Tarik 500.000’)


Adegan 2: Kartu Hilang?!

(Mesin berbunyi dan mulai memproses transaksi. Tapi tiba-tiba, layar ATM menunjukkan pesan ERROR!)

Layar ATM: "Transaksi tidak dapat diproses. Silakan coba lagi."

(Pak Diran mulai panik.)

Pak Diran: (ngelus dada) "Hah? Kok gagal?! Jangan-jangan duit saya hilang?! Atau ATM-nya nge-prank saya?!"

(Ia melihat ke mesin dan baru sadar… kartunya tidak ada di slot!)

Pak Diran: (langsung pucat) "Ya ampun! Kartu saya ditelan ATM!! Astagfirullah, gimana ini?! Saya harus lapor polisi?! Atau panggil dukun?!"

(Orang di belakang mulai ikut panik melihat kelakuan Pak Diran.)

Orang di Belakang: "Pak, coba tenang dulu…"

Pak Diran: (kalang kabut, melihat ke sekitar ATM, bahkan mencoba mengintip ke dalam mesin ATM seperti nyari barang jatuh) "Mungkin bisa saya colek pakai sedotan?!"


Adegan 3: Kesadaran Muncul

(Saat Pak Diran semakin panik, tiba-tiba, tangannya terasa ada sesuatu...)

Pak Diran: (mikir sebentar, lalu pelan-pelan menunduk melihat tangannya sendiri… dan… KARTU ATM-NYA MASIH ADA DI TANGAN!*

(Dia terdiam sejenak.)

Orang di Belakang: (ngintip) "Pak… itu kartunya masih di tangan Bapak."

(Suasana menjadi hening sejenak. Pak Diran melirik kartu ATM di tangannya, lalu kembali menatap mesin.)

Pak Diran: (ngusap keringat, lalu ketawa kecil malu-malu) "Ehehe… Iya ya, kartu saya nggak kemana-mana…"

Orang di Belakang: (tepok jidat) "Astaga, Pak. Saya udah deg-degan juga tadi!"

Pak Diran: (coba ngeles) "Ini… ini cuma tes aja, biar ATM-nya nggak merasa terlalu nyaman. Biar dia tetap waspada!"

Orang di Belakang: (melotot) "Pak, itu mesin ATM, bukan istri Bapak!"


Adegan 4: Efek Samping Malu Sendiri

(Karena malu, Pak Diran buru-buru mencoba transaksi lagi. Tapi karena panik, dia malah salah tekan tombol dan memilih ‘Cek Saldo’.)

Layar ATM: "Saldo Anda: Rp. 12.500,-"

(Pak Diran langsung kaget dan histeris.)

Pak Diran: (teriak) "HAH?! DUIT SAYA KE MANA?!"

Orang di Belakang: (mencoba nahan ketawa) "Pak, itu emang saldo Bapak segitu kali…"

Pak Diran: (merenung sebentar, lalu bisik-bisik ke ATM) "Maaf ya tadi saya nuduh kamu nelen kartu saya… Saya salah paham…" (usap layar ATM pelan-pelan kayak minta maaf ke temen yang marah)


Adegan 5: Keluar Dengan Malu

(Karena sadar duitnya tinggal receh, Pak Diran akhirnya keluar dari ATM dengan langkah gontai. Orang di belakangnya hanya bisa menggelengkan kepala sambil cekikikan.)

Pak Diran: (menghela napas) "Yah, nggak jadi tarik tunai… Minimal dapat pengalaman berharga lah…"

(Saat keluar, tiba-tiba seorang bapak lain lewat dan tanya.)

Bapak Lain: "Pak, di dalam antrean panjang nggak?"

Pak Diran: (senyum kecut) "Nggak, Pak. Tapi hati-hati, ATM-nya suka main sulap!"

(Orang di belakang akhirnya ngakak.)


Tamat. 😆