Pendahuluan: Fenomena "Nanti Dulu" di Dunia Kerja
Setiap pekerja kantoran, entah itu yang sudah belasan tahun mengabdi atau
yang baru seminggu magang, pasti pernah mengalami satu fenomena klasik: tugas
kecil yang bisa selesai dalam 5 menit, tapi entah kenapa, butuh 5 hari (atau
lebih) untuk benar-benar mulai dikerjakan.
Tugas ini bukan yang membutuhkan kecerdasan tingkat Einstein, bukan juga
yang menuntut kerja tim 17 orang. Kadang cuma membalas email. Kadang hanya
mengisi form. Kadang hanya butuh mencetak satu dokumen dan mengantarkannya ke
ruangan sebelah. Tapi, seperti halnya cucian yang menumpuk di rumah, tugas ini
sering menjadi korban prokrastinasi berjamaah.
Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah ada kekuatan kosmik yang menahan kita
untuk memulai? Ataukah ini hanya bagian dari tragedi modern bernama dunia
kerja? Mari kita selami bersama—tentu saja dengan senyum tipis dan sedikit tawa
getir.
Hari Pertama: “Gampang Ini, Nanti Saja…”
Hari Senin pagi. Anda datang ke kantor dengan semangat yang (hampir) baru.
Kopi pertama masih mengepul, dan notifikasi masuk dari atasan berbunyi:
"Mas, nanti tolong kirimkan laporan rekap bulan lalu ke Bu Rina ya.
Filenya ada di server, tinggal copy-paste aja. Thanks!"
Sebuah tugas yang terdengar seperti berjalan-jalan ke warung. Tapi Anda,
seperti kebanyakan manusia modern, langsung bereaksi dengan satu kalimat sakti:
"Nanti aja, ini bisa selesai sebentar kok."
Dan karena terlalu gampang, otak Anda otomatis memasukkan tugas itu ke
folder bernama “nanti siang”. Setelah itu, waktu terbang begitu cepat: meeting
jam 10, makan siang jam 12, ngantuk jam 2, tiba-tiba sudah jam pulang. Laporan?
Masih di server. Anda? Masih yakin “besok aja deh, pasti selesai cepat kok.”
Hari Kedua: “Kayaknya Butuh Mood yang Pas”
Selasa datang. Tugas kecil itu masih belum tersentuh. Namun kali ini, Anda
mulai merasa sedikit gelisah. Tapi tenang, Anda punya dalih yang terdengar
filosofis:
“Gue tuh tipe orang yang harus nunggu mood-nya pas. Biar kerja jadi
maksimal.”
Sambil menunggu mood datang seperti kereta yang tak pernah tepat waktu, Anda
malah sibuk mengatur playlist Spotify, menyusun sticky notes warna-warni, dan
mencari kutipan inspiratif di Pinterest. Anda bahkan sempat mencatat:
“Great things take time.”
Sayangnya, tugas lima menit itu tidak termasuk “great things”.
Hari Ketiga: Munculnya Berbagai Alasan Tak
Masuk Akal
Hari Rabu. Deadline masih jauh (menurut perhitungan optimis), dan Anda mulai
mencari-cari alasan kenapa tugas itu belum juga dikerjakan.
·
“Tadi server-nya agak lambat.”
·
“Flashdisk gue ketinggalan di rumah.”
·
“Bu Rina-nya belum online, percuma juga dikirim
sekarang.”
·
“Tadi niatnya ngerjain, tapi tiba-tiba ada
kerjaan lain (baca: scroll TikTok).”
Alasan demi alasan terlahir dengan mudah, seolah Anda sedang mengikuti lomba
debat antaralasan.
Saking kreatifnya, Anda bahkan sempat berpikir:
“Kalau gue kerjain sekarang dan cepet banget selesai, nanti orang mikir ini
kerjaan gampang. Mending kasih waktu biar terlihat ‘proses’nya.”
Ah, strategi image building level dewa.
Hari Keempat: Diserang Rasa Bersalah, Tapi
Masih Belum Ngerjain
Hari Kamis. Sekarang Anda mulai merasa bersalah. Tugas itu muncul dalam
mimpi, muncul di notifikasi yang tak pernah Anda buka, bahkan seolah terdengar
memanggil dari dalam server:
“Kerjain aku… cuma lima menit….”
Tapi rasa bersalah ini belum cukup kuat untuk mengalahkan kekuatan nanti.
Jadi Anda malah mengalihkan perhatian dengan to-do list baru yang
isinya hal-hal sepele tapi terdengar penting:
·
Rapikan desktop.
·
Buat template kalender digital.
·
Susun ulang folder meeting.
·
Rename file “new1.docx” jadi
“final_fix_baru_revisi_oke_sekali.docx”.
Anda merasa produktif. Padahal laporan untuk Bu Rina masih belum juga
terkirim.
Hari Kelima: Tiba-Tiba Jadi Superhero
Jumat pagi. Anda terbangun dengan jantung berdetak kencang. Atasan mengirim
pesan:
"Mas, Bu Rina nanyain laporannya. Sudah dikirim ya?"
PANIK. Adrenalin memuncak. Anda seperti bangun dari tidur panjang. Dalam
waktu lima menit:
·
Anda buka laptop.
·
Masuk ke server.
·
Copy file.
·
Kirim via email.
·
Bahkan sempat kasih salam pembuka dan penutup
yang sopan.
Selesai. Lima. Menit. SAJA.
Setelah itu Anda duduk diam, termenung. Rasanya seperti habis menyelamatkan
dunia. Punggung agak pegal, tapi hati plong. Anda bahkan sempat berkata:
“Gila, gue emang kerja paling efektif di bawah tekanan.”
Lalu Anda menulis caption bijak di Instagram Story:
“Procrastination isn’t laziness, it’s fear. – Steven Pressfield”
Mengapa Ini Bisa Terjadi? (Penjelasan
Semi-Serius)
Meski terdengar konyol, fenomena ini sebenarnya sangat manusiawi. Psikologi
menyebutnya dengan istilah "temporal discounting", di mana
kita cenderung mengabaikan tugas yang manfaatnya tak langsung terasa, walaupun
mudah.
Ditambah lagi, otak kita punya kemampuan luar biasa untuk:
1. Membesar-besarkan
kesulitan tugas — tugas 5 menit terasa seperti proyek skripsi.
2. Mencari
distraksi yang bisa dibenarkan — YouTube dianggap “research”.
3. Menunda
demi hasil sempurna — padahal kadang cuma kirim file.
Dalam dunia kerja modern, prokrastinasi sering kali dibungkus dengan
kata-kata indah seperti:
·
“Saya sedang memprosesnya.”
·
“Masih tahap observasi.”
·
“Perlu koordinasi dulu.”
·
“Saya sedang menyusun pendekatannya.”
Padahal artinya: Belum dikerjain juga, Bos.
Penutup: Jangan Takut pada Tugas 5 Menit
Tugas lima menit sering kali bukan tentang kemampuan, tapi tentang niat.
Masalahnya, niat itu kadang lebih sulit dicari daripada sinyal Wi-Fi di gunung.
Tapi percayalah, semakin cepat dikerjakan, semakin cepat Anda bebas.
Dan ingatlah—tidak ada yang lebih memuaskan daripada mengetik “Sudah
dikirim, Bu” di hari Jumat jam 4 sore, lalu menutup laptop dengan perasaan
pahlawan.
Jadi, kalau sekarang Anda punya tugas 5 menit yang sudah tertunda 5 hari...
ya, silakan lanjut baca ini dulu. Tapi habis itu—kerjain ya.
TAMBAHAN: Checklist Ciri-Ciri Tugas 5 Menit yang Sering Ditunda
·
Balas email dengan satu
kalimat.
·
Isi formulir yang cuma
minta nama dan NIK.
·
Forward file yang sudah
ada di folder bersama.
·
Bikin janji meeting via
Google Calendar.
·
Cetak satu lembar dokumen
dan tanda tangan.
Kalau salah satu dari ini Anda tunda sampai besok lagi… Anda tidak sendiri.
Tapi ayo coba mulai sekarang—kan cuma lima menit.
No comments:
Post a Comment