Di negeri ini, kadang kenyataan hidup bisa lebih absurd dari naskah sinetron. Kalau kamu pikir tamat dari kampus keren seperti ITB menjamin kerja mapan, kantor adem, dan gaji stabil, maka kamu perlu dengar kisah si Mas ITB yang jadi gorilla di kebun binatang.
Iya, kamu nggak salah baca. Gorilla.
Kostum. Lompat-lompat. Kebun binatang. Dan ini bukan film kartun. Ini
realita yang dibumbui ironi, lelucon, dan satir tingkat nasional.
Dari
Ruang Kuliah ke Kandang Gorilla
Namanya tidak perlu disebut, cukup
kita sebut dia Mas ITB. Lulusan teknik, IPK hampir cumlaude, punya
sederet sertifikat seminar, pengalaman organisasi seabrek, dan... pengangguran.
Bukan karena dia bodoh, tapi karena lapangan kerja yang sesuai gak secepat
sinyal WiFi di kampus.
Setelah kirim ratusan lamaran, ikut
job fair, seminar, kursus, bahkan jadi mentor ngoding gratis di warung kopi,
ujung-ujungnya nihil. Akhirnya, datang tawaran aneh: jadi pengganti gorilla
di Kebun Binatang Bandung.
Gorillanya kabur ke hutan karena
“panggilan alam”, katanya. Dan supaya kandang tetap ramai dikunjungi, pihak
pengelola cari cara instan — pakai orang berkostum gorilla yang kelihatan
hidup, lincah, dan “interaktif.”
Mas ITB? Terima. Dengan catatan: “Toh
pakai kostum, gak ada yang tahu.”
Hari-hari
Bersama Pisang dan Kacang
Setiap pagi dia datang, ganti baju
di ruang belakang kandang, pakai kostum berbulu tebal, pasang topeng, lalu
mulai “kerja”.
Lompat-lompat dari batang kayu ke
ban bekas, goyang-goyang besi kandang, makan pisang, kunyah kacang. Kadang dia
berdiri di satu kaki sambil tepuk-tepuk dada kayak gorilla beneran. Hebatnya
lagi: dia bisa menghitung pakai jari. Pengunjung langsung heboh:
“Gorillanya pinter banget! Bisa
ngitung 1 sampai 10!”
Anak-anak ketawa, ibu-ibu kagum,
bapak-bapak selfie. Setiap hari, kandang gorilla makin ramai. Bahkan muncul
berita viral: “Gorilla Pintar Asal Bandung, Bisa Hitung dan Menari
Poco-poco.”
Gaji? Lumayan. Tapi lebih dari itu,
dia menikmati kebahagiaan sederhana: bisa bikin orang tertawa dan kagum, meski
dari balik topeng.
Hari
Naas: Ketika Kaki Salah Injak
Seperti biasa, pagi itu cerah. Mas
ITB beraksi dengan penuh semangat. Tapi saking semangatnya, saat dia mencoba
salto dari satu pohon buatan ke tali gantung, kakinya terpeleset. Dia
terbang — tapi bukan salto keren yang terjadi. Melainkan…
BLEP! BYURRR!
Dia terjatuh ke kolam sebelah
kandang. Sayangnya, itu bukan kolam ikan, tapi…
KOLAM BUAYA.
Pengunjung menjerit. Anak kecil
nangis. Petugas kebun binatang panik. Di dalam air, Mas ITB mengerjapkan mata.
Tubuhnya berat karena kostum basah. Dia mencoba berenang, tapi tiba-tiba
melihat sesuatu mendekat dengan kecepatan kilat.
Buaya.
Gigi-gigi tajam menganga. Lidah
menjulur. Dan jarak mereka hanya beberapa meter. Dalam hati Mas ITB teriak, “Matilah
aku hari ini!” Padahal belum sempat bayar cicilan laptop.
Momen
Ajaib: Ketika Buaya Bicara
Detik-detik itu terasa seperti slow
motion. Mas ITB hampir pasrah, ketika tiba-tiba, dari dalam mulut buaya,
terdengar bisikan…
“Jangan takut, Mas. Saya dari UI…”
…
SEKETIKA NYAWA NYARIS MELAYANG,
BATAL.
Mata Mas ITB membelalak. Sambil
tetap panik, dia bergumam, “Dari UI? Maksudnya?”
Lalu si buaya, alias Mas UI,
menjelaskan sambil membantu mendorong tubuh gorilla ke tepian:
“Saya juga kerja serabutan, Mas.
Dulu jurusan Biologi UI. Gak dapet kerja, eh ditawarin peran buaya di sini.
Awalnya malu, tapi ya sudahlah. Ternyata banyak juga teman seangkatan yang
nasibnya lebih buruk.”
Obrolan
Singkat di Tepi Kolam
Setelah nyaris mati bareng, dua
alumni kampus top ini duduk di pinggir kolam. Masih pakai kostum binatang,
basah kuyup, tapi mulai tertawa.
“Ternyata kita berdua sama, ya.
Sama-sama ngumpet di balik karakter.”
“Iya, Mas. Bedanya, saya reptil.
Mas mamalia. Tapi nasib... mirip.”
Mereka ngobrol soal hidup, tentang
ekspektasi orang tua, harapan waktu wisuda, dan kenyataan keras dunia kerja.
Tentang bagaimana ijazah keren bisa berubah jadi alas gelas kalau nggak
dibarengi keberuntungan.
Satire
Dunia Kerja dan Realita Lulusan Top
Cerita ini memang dibalut humor.
Tapi buat yang peka, ini bukan cuma cerita lucu.
Ini sindiran ke realita di mana lulusan
kampus top pun gak menjamin hidup mudah. Apalagi di zaman serba tidak
pasti, saat koneksi kadang lebih penting daripada kompetensi. Ketika idealisme
luluh lantak di hadapan tagihan dan perut lapar.
- Lulusan ITB jadi gorilla.
- Lulusan UI jadi buaya.
Dan kita, para penonton, hanya bisa
tertawa... tanpa sadar bahwa bisa jadi kita gorilla atau buaya berikutnya.
Akhir
Cerita: Masih Berani Bermimpi
Setelah hari itu, Mas ITB dan Mas UI
jadi akrab. Mereka saling jaga peran, saling cover kalau salah satu telat
datang. Bahkan mulai bikin konten bareng — “Podcast Binatang Terpelajar”,
live dari kandang.
Dan siapa sangka? Dari video viral
mereka yang isinya ngobrol sambil pakai kostum hewan, datang tawaran kerja dari
production house. Katanya, “Kalian unik, lucu, dan kritis. Kami butuh
karakter seperti itu.”
Dari kandang gorilla dan kolam
buaya, akhirnya mereka keluar — tapi bukan karena dipecat, melainkan naik
kelas. Dari aktor kebun binatang jadi konten kreator dengan kontrak
eksklusif.
Kesimpulan:
Di Balik Kostum dan Lelucon, Ada Daya Juang
Kita semua mungkin punya momen jadi
gorilla: terjebak di rutinitas yang gak sesuai mimpi. Atau jadi buaya: harus
tampil kuat padahal dalam hati nyesek.
Tapi kisah Mas ITB dan Mas UI
ngajarin satu hal penting:
Selama kamu gak berhenti ngelucu,
ngelawan, dan berusaha... Selalu ada jalan, walau lewat kostum binatang.
Karena kadang, kebahagiaan datang
dari sudut yang tidak pernah kita duga — bahkan dari kandang kebun
binatang.