Drama Kantor Sehari-hari: Kejutan Kecil dari TonoTokoh-tokoh:
- Pak Budi - Bos
yang sering bingung, tetapi baik hati.
- Rina -
Sekretaris yang cerdas, tetapi terkadang suka lupa.
- Tono - Pegawai
baru yang selalu ingin mencoba hal baru, tetapi sering salah.
- Dina - Rekan
kerja yang selalu sibuk dan agak sarkastis.
Setting: Ruang kantor dengan meja, kursi, komputer, dan telepon.
Adegan 1: Di ruang kantor, Rina sedang sibuk mengetik sesuatu di komputer. Pak
Budi masuk dengan tampang bingung, mencari sesuatu di kantong celananya.
Pak Budi: (berbisik pada diri sendiri) "Mana kunci kantor, ya? Tadi kayaknya di
sini deh."
Rina: (melihat Pak Budi) "Pak Budi, ada yang bisa saya bantu?"
Pak Budi: "Rina, kamu lihat kunci kantor nggak? Tadi kayaknya di saku
saya."
Rina: (berpikir) "Hmm, coba Bapak cek di meja kerja Bapak."
Pak Budi: "Oh, iya, benar juga. Mungkin ketinggalan di sana." (keluar dari
ruangan dengan panik)
Tono: (masuk dengan tawa) "Pak Budi selalu begitu ya, suka lupa
sendiri."
Rina: "Ya, namanya juga Pak Budi. By the way, Ton, kamu udah beres kerjaan
hari ini?"
Tono: "Ehm, hampir. Tapi... aku tadi nggak sengaja menghapus file
penting."
Rina: (terkejut) "Apa? File yang mana?"
Tono: "Yang... laporan bulanan itu."
Rina: (mengerang) "Aduh, Tono! File itu penting banget! Kamu udah lapor ke
Pak Budi belum?"
Tono: "Belum. Aku takut dimarahi."
Rina: "Ya ampun, yaudah coba kamu cari cara buat ngembalikan file-nya.
Cepat sebelum Pak Budi tahu!"
Adegan 2: Dina masuk sambil membawa banyak berkas. Dia terlihat sibuk dan
terburu-buru.
Dina: "Rina, kamu lihat berkas yang aku minta tadi pagi?"
Rina: "Ehm... tunggu sebentar." (mencari berkas di tumpukan kertas)
Dina: (sambil melirik ke arah Tono) "Tono, kok kamu kayaknya pucat? Ada
apa?"
Tono: "Aduh, Mbak Dina, aku tadi nggak sengaja hapus file laporan
bulanan."
Dina: (tertawa sarkastis) "Hapus? Ya ampun, Tono. Kamu memang selalu bikin
kejutan, ya. Udah tahu belum kalau Pak Budi itu bisa berubah jadi Hulk kalau
tahu hal begini?"
Tono: "Hah? Hulk? Ya ampun, gimana nih?"
Dina: "Tenang, tenang. Bercanda kok. Tapi serius, coba minta tolong bagian
IT. Siapa tahu bisa diselamatkan."
Adegan 3: Pak Budi kembali ke ruangan dengan wajah lega, memegang kunci kantor.
Pak Budi: "Aha! Ketemu juga kuncinya! Eh, kalian kenapa? Kok pada tegang?"
Rina: (terkekeh) "Nggak kok, Pak. Cuma Tono tadi habis ngasih kejutan
kecil."
Tono: "Iya, Pak, kejutan. Hehehe..."
Pak Budi: "Hah? Kejutan apa?"
Dina: (sambil tersenyum) "Nggak ada yang serius kok, Pak. Cuma dia lagi
belajar supaya nggak bikin kesalahan lagi."
Pak Budi: "Bagus, bagus. Asal belajarnya benar, jangan sampai jadi kebiasaan
aja, ya!"
Tono: "Siap, Pak! Saya janji!"
Pak Budi: "Nah, sekarang ayo kerja lagi! Besok kan ada rapat besar. Jangan
sampai ada kejutan lagi, ya!"
Semua: (bersamaan) "Siap, Pak!"
Penutup: Semua kembali ke meja kerja masing-masing. Tono terlihat sedikit tegang
tapi tersenyum lega.
===============================
Drama Kantor Sehari-hari: Kejutan Kecil dari Tono
Pagi itu, suasana di kantor masih
cukup tenang. Suara keyboard mengetik dan deru kipas angin dari AC tua menjadi
latar belakang rutin. Rina, sang sekretaris yang cerdas tapi agak pelupa,
sedang fokus mengetik laporan di komputernya. Seperti biasa, kacamata duduk
manis di ujung hidungnya, dan secangkir kopi sudah separuh habis di samping
monitor.
Tiba-tiba pintu terbuka pelan. Pak
Budi, bos besar yang dikenal baik hati tapi sering kali kebingungan, masuk
dengan langkah ragu. Wajahnya seperti sedang mencari sesuatu—dan memang benar.
“Mana kunci kantor, ya?” bisiknya
pada diri sendiri sambil merogoh kantong celana depan, lalu belakang, lalu
depan lagi. “Tadi kayaknya di sini deh.”
Rina mengangkat kepala, menoleh.
“Pak Budi, ada yang bisa saya bantu?”
Pak Budi menatap Rina dengan wajah
penuh harap. “Rina, kamu lihat kunci kantor nggak? Tadi kayaknya di saku saya,
tapi sekarang hilang.”
Rina berpikir sejenak, lalu berkata,
“Coba Bapak cek di meja kerja Bapak. Siapa tahu ketinggalan di sana.”
Mata Pak Budi langsung membesar
seolah baru dapat pencerahan. “Oh iya, benar juga! Mungkin ketinggalan di
sana.” Dan tanpa basa-basi, ia keluar dari ruangan dengan langkah panik.
Tak lama kemudian, muncullah Tono,
pegawai baru yang penuh semangat dan rasa penasaran. Sayangnya, semangatnya itu
sering kali justru berujung pada kekacauan kecil.
“Pak Budi selalu begitu ya, suka
lupa sendiri,” katanya sambil tertawa, menurunkan tas dari bahu.
Rina mengangkat alis dan tersenyum
kecil. “Ya, namanya juga Pak Budi. Tapi hatinya baik, kok. By the way, Ton,
kamu udah beres kerjaan hari ini?”
Tono menggaruk-garuk kepala,
terlihat ragu. “Ehm... hampir. Tapi... aku tadi nggak sengaja menghapus file
penting.”
Rina langsung berhenti mengetik.
“Apa? File yang mana?”
“Yang... laporan bulanan itu,” jawab
Tono dengan suara nyaris seperti bisikan.
Rina memutar mata. “Aduh, Tono! File
itu penting banget! Kamu udah lapor ke Pak Budi belum?”
Tono menggeleng cepat. “Belum. Aku
takut dimarahi.”
Rina menarik napas dalam. “Ya ampun.
Yaudah, coba kamu cari cara buat ngembaliin file-nya. Mungkin bisa recovery.
Cepetan sebelum Pak Budi tahu!”
Belum selesai suasana cemas itu
reda, Dina masuk ke ruangan. Dina ini rekan kerja mereka yang selalu tampak
sibuk—lengkap dengan berkas bertumpuk di pelukannya dan gaya bicara yang kadang
sarkastis.
“Rina, kamu lihat berkas yang aku
minta tadi pagi?” tanyanya tanpa basa-basi.
Rina langsung membuka tumpukan
kertas di mejanya. “Ehm... tunggu sebentar ya.”
Dina melirik ke arah Tono yang
terlihat seperti anak ayam kehilangan induk.
“Tono, kok kamu kayaknya pucat? Ada
apa?”
Tono terlihat makin panik. “Aduh,
Mbak Dina, aku tadi nggak sengaja hapus file laporan bulanan.”
Dina tertawa kecil, gaya khasnya.
“Hapus? Ya ampun, Tono. Kamu memang selalu bikin kejutan, ya. Udah tahu belum kalau
Pak Budi itu bisa berubah jadi Hulk kalau tahu hal begini?”
“Hah? Hulk?” Tono makin panik. “Ya
ampun, gimana nih?”
Dina menepuk pundaknya. “Tenang,
tenang. Bercanda kok. Tapi serius, coba minta tolong bagian IT. Siapa tahu bisa
diselamatkan. Biasanya sih ada backup-nya.”
Saran Dina itu langsung membuat Tono
seperti mendapatkan secercah cahaya di tengah badai. “Iya, iya, aku ke IT
sekarang!” Dan ia langsung melesat keluar.
Beberapa menit kemudian, pintu
terbuka kembali. Pak Budi muncul lagi dengan wajah sumringah sambil
mengacung-acungkan kunci kantor.
“Aha! Ketemu juga kuncinya!” serunya
penuh kemenangan. “Eh, kalian kenapa? Kok pada tegang?”
Rina terkekeh. “Nggak kok, Pak. Cuma
Tono tadi habis ngasih kejutan kecil.”
Tono baru saja kembali dari bagian
IT, dengan wajah agak lega meski masih cemas. “Iya, Pak. Kejutan. Hehehe...”
Pak Budi mengerutkan dahi. “Hah?
Kejutan apa?”
Dina langsung sigap menengahi.
“Nggak ada yang serius kok, Pak. Cuma dia lagi belajar supaya nggak bikin
kesalahan lagi.”
Pak Budi menepuk bahu Tono. “Bagus,
bagus. Asal belajarnya benar, jangan sampai jadi kebiasaan aja, ya!”
“Siap, Pak! Saya janji!”
Pak Budi tersenyum puas. “Nah,
sekarang ayo kerja lagi! Besok kan ada rapat besar. Jangan sampai ada kejutan
lagi, ya!”
“Siap, Pak!” jawab mereka serempak,
seperti anak-anak sekolah menjawab gurunya.
Semua pun kembali ke tempat
masing-masing. Rina kembali ke keyboardnya, Dina ke tumpukan berkasnya, dan
Tono duduk di depan komputernya sambil bernapas lega.
Pelajaran
dari Sebuah Kejutan
Kisah sehari-hari di kantor ini
mungkin terdengar sederhana, tapi sesungguhnya menyimpan banyak pelajaran.
Pertama, tidak ada yang sempurna di kantor ini. Bahkan Pak Budi, sang bos, bisa
lupa tempat naruh kunci. Rina, meski cerdas, kadang suka lupa taruh berkas.
Dina, yang kelihatan paling sibuk dan galak, ternyata punya sisi peduli yang
cukup besar. Dan Tono? Ya, dia mewakili kita semua di hari pertama kerja:
semangat tinggi, tapi kadang malah bikin masalah.
Yang penting adalah bagaimana mereka
semua menanggapi kesalahan itu. Nggak ada yang marah berlebihan. Nggak ada yang
saling menyalahkan. Yang ada justru saling mengingatkan, membantu, bahkan
bercanda agar suasana tetap cair.
Bekerja di kantor bukan cuma soal
menyelesaikan tugas. Tapi juga soal membangun hubungan, memahami karakter
masing-masing, dan tentu saja... menghadapi kejutan yang bisa datang kapan
saja.
Di balik meja-meja, kursi-kursi,
komputer yang selalu menyala, dan telepon yang kadang berbunyi tiba-tiba,
selalu ada cerita unik yang tak tertulis dalam SOP kantor mana pun. Seperti
hari itu, ketika satu file hilang nyaris membuat kantor panik, tapi juga
menjadi momen keakraban antar-rekan kerja.
Tono kini tahu bahwa menghapus file
penting itu bukan akhir dunia. Selama masih ada niat memperbaiki, masih ada
harapan. Dan dia juga belajar, kalau Dina yang kelihatan galak itu, ternyata
bisa juga jadi penolong. Rina? Ia belajar untuk lebih rapi lagi menaruh berkas.
Sementara Pak Budi? Yah, semoga habis ini beliau mulai memakai gantungan kunci
supaya nggak panik tiap pagi.
Akhirnya, semua kembali seperti
biasa. Tapi hari itu tetap akan diingat sebagai “Hari Kejutan Tono”. Sebuah
kisah yang nantinya mungkin akan diceritakan ke pegawai baru lainnya: “Dulu ada
satu anak baru, namanya Tono...”
Dan cerita pun terus berlanjut,
seperti hidup yang tak pernah kehabisan drama kecil.
TAMAT