Siaran Radio JUGALA Menjelang Buka Puasa — Kisah Asep, Salam Cinta, dan Adzan Magrib
Menjelang waktu berbuka puasa,
suasana di kampung atau kota biasanya mulai berubah. Jalanan makin ramai, suara
wajan mulai nyaring, anak-anak keliling bawa petasan, dan… tentu saja, radio
mulai diputar lebih keras dari biasanya.
Di sudut dapur, di warung, di mobil
angkot, atau di pos ronda — suara penyiar radio lokal mulai mengisi udara
dengan suara khas mereka. Dan salah satu yang paling legendaris: Radio
JUGALA – JUara seGAla LAgu.
Stasiun radio ini sudah jadi teman
setia orang-orang yang sedang menunggu waktu magrib. Dari lagu dangdut koplo,
pop lawas, qasidah, sampai remix Arab-Indonesia, semuanya disajikan dengan gaya
penyiar yang gokil, nyeleneh, tapi bikin betah.
Asep
di Polman: Penelpon Sejuta Cinta
Di sore yang sedikit mendung,
seorang pemuda bernama Asep dari Polewali Mandar (Polman) mencoba
peruntungan. Dia memutar nomor telepon radio JUGALA, berharap bisa masuk dan
titip salam. Tangan kirinya pegang ponsel, tangan kanan pegang gelas berisi es
kelapa muda yang belum boleh diminum karena masih puasa.
Setelah beberapa kali nada sambung,
suara khas penyiar JUGALA masuk:
Penyiar:
“Betooool... dengan siapa, di mana nich...?!”
Asep:
“Haloowww... ini Asep di Polman!”
Suara Asep agak cempreng, tapi
semangatnya 100%.
Salam
dan Curhat Kolosal
Setelah sapaan awal, Asep mulai
tancap gas. Kayak biasanya, momen ini digunakan buat titip salam ke siapa aja
yang kepikiran. Dan Asep? Dia punya daftar lengkap.
Asep:
“Mau titip salam buat teman-man yang lagi galau, buat Kang Memet
yang lagi nyetir truk di jalur Enrekang-Majene, dan buat yayang Imah
yang lagi masak gulai kepala ikan di dapur…”
Penyiar:
“Wuihhh… berat nih, ada yayang juga, hahahaa. Udah mulai kangen-kangenan yaaa?”
Asep:
“Bukan kangen lagi, Bang... Ini mah udah kayak mau tumbang. Dari jam tiga udah
nungguin waktu buka, liat air putih aja udah kayak liat surga...”
Penyiar ketawa ngakak. “Wkwkwkw...
sabar, sabar, Sef!”
Permintaan
Lagu Penuh Kejujuran
Setelah salam selesai, penyiar nanya
lagu:
“Oke Asep, lagu apa yang mau
diputerin nih? Dangdut? Religi? Pop melow?”
Dan jawaban Asep membuat seisi
studio kaget campur ngakak:
“Bang... tolong puterin Adzan Magrib
lah… udah gak kuat nih…”
...
Langsung suasana studio hening.
Beberapa detik kemudian…
#BANTINGMEJA!!!
Penyiar ngakak sejadi-jadinya,
penelpon lain yang lagi antre ikut tertawa, bahkan tim operator di belakang
kedengaran ikut ketawa.
Bukan
Sekadar Lucu, Tapi Relatable Banget
Permintaan Asep memang lucu. Tapi di
balik tawa itu, banyak orang merasa “AKU BANGET!”
Iya, siapa yang gak pernah ngerasa
waktu magrib makin lama dari biasanya? Khususnya di lima belas menit terakhir.
Antara lapar, haus, dan suara gorengan di dapur yang bikin iman goyah. Ditambah
lagi kalau udah capek seharian, terus mendengar lagu-lagu mellow di radio, hati
bisa jadi rapuh.
Makanya ketika Asep bilang, “puterin
adzan magrib aja, udah gak kuat”, itu bukan cuma permintaan... tapi jeritan
hati berjuta umat.
Radio
Lokal: Hiburan Merakyat dan Obat Galau Kolektif
Apa sih istimewanya radio kayak
JUGALA?
Siarannya mungkin gak semewah radio
nasional. Kadang suara penyiar putus-putus. Lagu yang diputer kadang ngacak dan
kasetnya agak serak. Tapi justru itu yang bikin radio lokal begitu dekat di
hati.
Di antara siaran mereka ada:
- Salam rindu dari perantau buat orang rumah.
- Curhatan cinta ala anak muda yang ditinggal gebetan.
- Request lagu jadul buat mengingat masa SMA.
- Dan tentu saja... permintaan Adzan Magrib karena
udah gak kuat puasa.
Penyiar:
Sosok Tak Terlihat yang Jadi Teman Sejati
Kita mungkin gak pernah tahu siapa
penyiar di balik suara radio itu. Tapi suara mereka terasa seperti teman dekat.
Mereka tahu cara membuat kita tertawa, menghibur tanpa basa-basi, dan memberi
semangat tanpa harus berlagak bijak.
Ketika Asep nelpon dan minta adzan
diputerin, penyiar bukan cuma ketawa. Dia juga bilang:
“Tenang Sef, bentar lagi. Udah jam
5.55 nih, sabar ya! Nanti adzannya bakal kami puterin paling awal, spesial buat
kamu yang hampir pingsan di Polman!”
Dan Asep? Ketawa, tapi juga lega.
Karena meski gak dikasih gorengan atau kolak, setidaknya dia tahu ada yang
ngerti rasanya nunggu waktu buka puasa.
Sore
yang Penuh Tawa, Menunggu Penuh Cinta
Di akhir siaran, setelah lagu religi
diputar, dan azan magrib akhirnya berkumandang, Asep menaruh ponselnya.
Dia ambil air putih, tarik napas
panjang.
“Alhamdulillah…”
Dan entah kenapa, air putih hari itu
terasa jauh lebih nikmat. Karena bukan cuma menyegarkan tenggorokan, tapi juga
menenangkan hati yang sejak tadi gelisah.
Berkat suara penyiar, tawa pendengar
lain, dan salam-salam penuh cinta, Asep merasa buka puasanya kali ini gak sendirian.
Penutup:
Asep Adalah Kita Semua
Kisah Asep mungkin lucu. Tapi Asep
bisa siapa aja dari kita. Yang menunggu. Yang gelisah. Yang galau. Yang lapar
dan haus bukan cuma karena puasa, tapi karena rindu dan rasa yang menumpuk.
Radio JUGALA, dan ribuan radio lokal
lain, telah menjadi jembatan. Antara yang jauh dan yang dekat. Antara yang kuat
dan yang nyaris menyerah.
Dan untuk kita yang pernah teriak
dalam hati: “Tolong puterin adzan magrib!” — ingatlah, itu bukan cuma
soal lapar…
Tapi soal ketabahan. Soal menahan.
Soal menanti.
Dan kadang, soal menertawakan
diri sendiri... biar tetap waras.
No comments:
Post a Comment