Tuesday, July 8, 2025

Apakah Sandal yang Hilang di Masjid Berteleportasi?

 Apakah Sandal yang Hilang di Masjid Berteleportasi?
(Sebuah Penyelidikan Konyol, Mistis, dan Agak Ilmiah)

Pendahuluan: Misteri yang Lebih Dalam dari Lubang Cincin Saturnus

Lupakan segitiga Bermuda. Lupakan crop circle. Lupakan kenapa mie instan selalu lebih enak kalau dimasakin orang lain. Karena ada satu misteri yang jauh lebih nyata, menyentuh masyarakat luas, dan terjadi hampir setiap hari di negeri ini:

Kenapa sandal selalu hilang di masjid?
Dan yang lebih membingungkan… kemana perginya? Apakah mereka teleportasi ke dimensi lain?

Banyak orang datang ke masjid dengan penuh khusyuk, niat baik, dan sandal baru dari toko diskon. Tapi pulangnya? Sandal tinggal sebelah. Atau ganti merk. Atau ukurannya berubah dari 42 jadi 38.

Apakah ini ulah jin iseng? Apakah sandal punya kesadaran spiritual dan hijrah ke alam lain? Atau… ada semesta paralel penuh sandal-sandal yang tersesat?

Mari kita kupas, dengan gaya investigasi absurd dan penuh logika ngawur, seperti film dokumenter serius... tapi otaknya belum sarapan.

 

Bab 1: Fenomena Sandal Hilang—Pengalaman Kolektif Umat

Semua umat pasti punya cerita. Seperti Mas Darno, yang mengaku kehilangan 7 pasang sandal dalam satu bulan Ramadan. Bukan karena dicuri, tapi karena "kayaknya pindah sendiri."

“Saya datang pake sandal swallow ijo. Pulangnya tinggal sebelah, satunya diganti swallow biru. Saya bingung, itu barter atau sistem tukar tambah?”

Cerita lain datang dari Bu Mimin, yang menemukan sandal milik anaknya berubah warna.

“Tadinya pink, pulangnya jadi oranye. Tapi ukurannya sama. Saya curiga ini bukan sandal, ini chameleon footwear.

Dari kasus-kasus ini, satu kesimpulan muncul:

Di masjid, hukum logika dan kepemilikan sandal tidak berlaku.

 

Bab 2: Teori Teleportasi Antar-Dimensi

Salah satu teori paling populer dan tidak didukung bukti apa pun adalah sandal mengalami teleportasi.

Menurut ilmuwan fiktif Profesor Rojali Von Kacrut, ada lubang cacing mikro di sekitar rak sandal masjid yang terhubung ke:

·         Dunia paralel berisi sandal-sandal kesepian.

·         Alam sandal purba tempat semua sandal kembali setelah tugasnya di dunia selesai.

·         Atau dunia jin, tempat sandal dijadikan kendaraan dinas harian.

“Setiap kali Anda menaruh sandal di masjid, ada kemungkinan 12% dia terhisap ke portal dimensi terdekat.” – ujar sang profesor dalam wawancara imajiner.

Ini menjelaskan kenapa kadang kita pulang dengan sandal berbeda tapi bentuk mirip, seolah berasal dari semesta alternatif yang nyaris sama.

 

Bab 3: Teori Konspirasi: Sindikat Sandal Bayangan

Kalau bukan teleportasi, bisa jadi ada sindikat. Mereka bekerja dalam senyap. Beroperasi cepat dan efisien. Misi mereka: mengumpulkan sandal random demi menciptakan kekacauan sosial.

Ciri-ciri sindikat sandal:

·         Tak terlihat.

·         Beroperasi saat rakaat ke-2.

·         Kadang menyamar sebagai ibu-ibu yang “nggak sengaja salah ambil.”

Konon, markas mereka adalah satu rak misterius di pojok masjid yang isinya selalu acak dan tidak ada pasangannya. Seperti: satu sandal jepit ukuran 45, satu sepatu anak-anak bertema Spider-Man, dan satu bakiak yang sudah pensiun.

Mereka menyebut diri mereka: S.A.N.D.A.L (Satuan Agen Ninjutsu Disiplin Ambil Lainnya).

 

Bab 4: Kiamat Sandal—Kenapa Selalu Tinggal Sebelah?

Fenomena paling misterius adalah: kenapa selalu hilang sebelah?

Kenapa nggak hilang dua-duanya sekalian? Apakah pelaku (atau kekuatan misterius) menghargai nilai sejarah sandal itu? Apakah itu bentuk seni abstrak?

Ada teori bahwa sandal memiliki ikatan batin satu sama lain. Jika satu tersesat, yang lain tetap tinggal... menanti. Seperti Romeo dan Juliet versi alas kaki.

“Saya pernah pulang bawa satu sandal kanan dan satu sepatu kiri. Saya bingung, ini kaki saya yang salah atau alam semesta?” – ucap Pak Wahyu, korban teori chaos.

 

Bab 5: Eksperimen Tak Berguna: Penelusuran Jejak Sandal

Sebagai bagian dari penyelidikan, tim imajinasi kami mencoba eksperimen lapangan.

Hari 1:

·         Menaruh sandal baru merk “Super Swallow” warna ungu metalik.

·         Sholat isya.

·         Keluar, sandal berubah jadi sandal hotel warna putih.
Kesimpulan: sandal bereinkarnasi secara spontan.

Hari 2:

·         Menandai sandal dengan tulisan “Jangan Ambil! Sandal Ini Sedang Diamati!”

·         Hasil: sandal tetap hilang. Tapi ditemukan 3 hari kemudian di masjid lain 2 km jauhnya.
Kesimpulan: sandal bisa jalan kaki.

Hari 3:

·         Memasang GPS di sandal.

·         Sinyal terakhir: “Menghilang di wilayah rak barat daya.”
Kesimpulan: lubang cacing masih aktif.

 

Bab 6: Solusi Konyol Tapi Mungkin Efektif

Menghadapi fenomena ini, beberapa orang mengembangkan strategi bertahan hidup:

1. Sandal Unik Super Norak

Semakin mencolok, semakin kecil kemungkinan disambar. Kombinasi warna hijau neon + tali SpongeBob terbukti efektif.

2. Kode QR di Sandal

Jika sandal hilang, tinggal scan. Lokasi terakhir bisa muncul. Tapi seringkali hasilnya hanya: “Rak B – Dimensi Bayangan.”

3. Menggandeng Sandal dengan Tali

Seperti ngerem motor. Tapi efek sampingnya: dilirik aneh oleh jamaah lain.

4. Bawa Sendal Masuk, Tapi Sembunyikan di Kantong

Sayangnya, ini hanya bisa dilakukan jika sandal ukuran anak TK.

 

Bab 7: Pendapat Ustaz Imajinatif

Kami sempat mewawancarai Ustaz Fiktif, Ustaz H. Jumadi, MHI (Master Humor Islamiah):

“Sandal itu mungkin bukan hilang, tapi sedang berhijrah. Mencari masjid lain untuk melayani jamaah yang lebih membutuhkan. Seperti relawan alas kaki.”

Beliau melanjutkan:

“Kadang, Allah menguji kita bukan lewat ujian berat… tapi lewat sandal. Sabar itu diuji saat kita keluar masjid dan terpaksa pulang nyeker.”

Sungguh dalam.

 

Penutup: Kita Tidak Kehilangan Sandal, Kita Menemukan Hikmah

Di akhir hari, mungkin sandal memang bukan benar-benar hilang.

Mungkin mereka:

·         Bosan jadi alas kaki.

·         Punya misi rahasia lintas masjid.

·         Atau ingin membuat kita merenung betapa dunia ini… tak selalu bisa dijelaskan.

Dan mungkin, kehilangan sandal adalah pengingat dari langit, bahwa hidup itu fana. Bahwa tidak ada yang benar-benar milik kita, bahkan alas kaki pun bisa pergi meninggalkan kita... tanpa pamit.

Jadi lain kali jika kamu keluar masjid dan sandalmu hilang, jangan marah. Tersenyumlah. Ucapkan dalam hati:

“Selamat jalan, kawan. Semoga perjalanan spiritualmu diberkahi. Saya… akan naik ojek pulang.”

 

BONUS: Doa untuk Sandal yang Hilang

"Ya Allah, jika sandal ini milikku, kembalikanlah.
Jika bukan milikku, jauhkanlah.
Jika sandal ini takdirku, pertemukanlah kami lagi di masjid depan."

 

Monday, July 7, 2025

Kenapa Kucing Selalu Mengejar Orang yang Takut?

 Kenapa Kucing Selalu Mengejar Orang yang Takut?
(Sebuah Investigasi yang Tidak Diminta Tapi Sangat Penting)

Pendahuluan: Antara Takdir, Karma, dan Kucing

Dalam dunia ini, ada beberapa misteri yang belum terpecahkan:

·         Apakah alien itu nyata?

·         Siapa yang menciptakan lagu “Baby Shark”?

·         Kenapa charger hilang saat dibutuhkan?

Tapi dari semua pertanyaan eksistensial itu, ada satu misteri yang jauh lebih penting, lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari, dan jelas lebih mengancam:

Kenapa kucing selalu mengejar orang yang takut padanya?

Mereka yang trauma pada kucing pasti mengalaminya. Datang ke rumah teman, disambut kucing oren bernama “Jabrik”, dan tiba-tiba kucing itu mendekat seperti debt collector bertubuh berbulu. Padahal kamu sudah diam, menahan napas, tidak memandang, bahkan pura-pura jadi pot bunga. Tapi kucing itu justru makin penasaran. Dan akhirnya... lompat ke pangkuanmu.

Kenapa, wahai alam semesta? Kenapa?

Mari kita bedah satu per satu, penuh keabsurdan, logika tak masuk akal, dan teori konspirasi level coffee shop.

 

Bab 1: Apakah Kucing Bisa Mencium Bau Ketakutan?

Ilmu pengetahuan menyatakan bahwa hewan tertentu bisa mencium feromon ketakutan. Tapi kita bicara soal kucing, makhluk yang:

·         Tidur 16 jam sehari,

·         Lari seperti jet tempur saat mendengar mentimun,

·         Tapi juga bisa rebahan di atap mobil polisi tanpa takut hukum.

Kalau kucing bisa mencium ketakutan, maka ada kemungkinan mereka berpikir begini:

“Hmm… manusia ini takut. Pasti dia menyembunyikan sesuatu. Mungkin makanan. Atau kunci rahasia dunia bawah.”

Kucing pun mendekat. Mereka mencurigaimu sebagai agen rahasia yang sedang menyamar sebagai manusia fobia bulu. Dan seperti di film James Bond versi kucing, mereka menginvestigasi… dengan duduk di atasmu.

 

Bab 2: Teori Konspirasi—Kucing Adalah Detektor Energi Takut

Menurut teori yang tidak didukung oleh siapa pun, kucing adalah makhluk dari dimensi lain yang dikirim ke bumi untuk memantau emosi manusia. Mereka memiliki sistem radar canggih berbasis ke-tidak-sukaan dan ke-absurd-an.

Jadi ketika mereka mendeteksi seseorang yang takut—apalagi yang sok jaim dengan posisi tangan kaku seperti patung Hanoman—radarnya berbunyi:

“BEEP BEEP BEEP! TARGET TERDETEKSI! KEJAR! KEJAAARR!!”

Kucing lalu berjalan pelan-pelan, mata melotot, ekor berdiri. Dan saat korban mulai keringat dingin... BRAK, lompat ke paha. Misi selesai. Laporan dikirim ke markas pusat melalui getaran ekor.

 

Bab 3: Prinsip Dasar Dunia Kucing—“Kalau Kamu Menolak Aku, Aku Akan Mencintaimu”

Dalam dunia kucing, ada hukum tak tertulis:

“Manusia yang menyayangiku akan kuabaikan. Manusia yang mengabaikanku akan kukejar sampai ke pelaminan.”

Coba perhatikan: saat kamu memanggil kucing dengan penuh cinta—“Sini, Mpus, lucu banget kamu ya…”—dia akan pergi. Tapi saat kamu berdoa agar kucing tidak mendekat, dia justru menghampiri dengan wajah datar seperti:

“Kamu pikir kamu siapa menolak aku?”

Kucing hidup berdasarkan logika kebalikan. Jika kamu takut, dia anggap kamu menarik. Kalau kamu santai, dia anggap kamu membosankan. Dan kalau kamu berani? Dia akan ngambek dan tidur di tempat cuci piring.

 

Bab 4: Teori Fisikawan Absurd—Kucing dan Medan Magnet Emosi

Profesor Bayu Mulyadi (fiktif, tentu saja), menyatakan dalam jurnal yang tidak pernah terbit:

“Kucing memiliki sensor kuantum bernama kepo-elektromagnetik yang tertarik pada manusia dengan gelombang ketakutan tinggi.”

Artinya, semakin kamu takut, semakin kuat medan magnet yang kamu pancarkan ke kucing. Ini mirip seperti bagaimana Wi-Fi mendeteksi HP yang baru dinyalakan—kucing mendeteksi ketakutan dan langsung nyambung.

Ada teori lanjutan yang lebih absurd: saat kamu takut, tubuhmu mengeluarkan semacam “kode Morse getaran lutut”, yang hanya bisa diterjemahkan oleh kucing sebagai:

“Sini dong, peluk aku, Mpus.”

Makanya, mereka datang. Sungguh tak sopan.

 

Bab 5: Pengalaman Tragis Nan Konyol dari Dunia Nyata

1. Mbak Lia, 26 Tahun, Trauma Sejak TK

“Saya waktu TK dikejar kucing oranye waktu lagi makan donat. Sejak itu trauma. Tapi setiap saya ke rumah orang, entah kenapa, kucingnya selalu tidur di tas saya. Bahkan pernah pipis di sandal saya.”

2. Fadil, 30 Tahun, Pura-Pura Macho

“Saya nggak takut kucing. Cuma alergi. Tapi setiap ada kucing, dia pasti duduk di paha saya. Pernah satu kali saya pura-pura tidur, dia justru menjilat telinga saya. Saya trauma sampai sekarang.”

3. Ibu Rumah Tangga Random

“Saya pernah lihat tetangga saya lari keliling komplek karena dikejar kucing liar. Tapi anehnya, kucingnya lari pelan aja, kayak ngasih efek dramatis. Kayak di film India.”

 

Bab 6: Apakah Ini Karma dari Kehidupan Sebelumnya?

Menurut spiritualis ngawur, bisa jadi orang-orang yang takut kucing sedang menebus kesalahan dari kehidupan lampau.

“Dulu kamu mungkin bangsawan yang tidak suka hewan. Sekarang kamu harus menghadapi ujian: dikejar kucing setiap kali keluar rumah.”

Atau bisa jadi kamu pernah menolak adopsi kucing di kehidupan lampau, dan sekarang semua kucing kirim surat undangan reuni padamu.

 

Bab 7: Strategi Bertahan Hidup untuk yang Takut Kucing

1.      Jangan Lari. Kucing Mengira Kamu Main Kejar-Kejaran.
Mereka tidak tahu kamu takut. Mereka hanya tahu: "Wah, manusia ini ngajak main!"

2.      Jangan Menatap Langsung. Tapi Jangan Juga Menunduk Dramatik.
Karena kalau kamu menunduk berlebihan, mereka mengira kamu sedang menunjukkan hormat. Dan mereka akan duduk di kepalamu sebagai bentuk dominasi.

3.      Alihkan Perhatian dengan Snack (atau Tempe).
Kucing lebih tertarik pada makanan daripada pada kamu. Kecuali kamu beraroma sarden. Kalau iya, kamu harus mandi garam dulu.

4.      Pakai Kostum Hewan Lain.
Ada cerita absurd: seorang pria memakai topi berbentuk kepala ayam. Kucing tidak mendekat, tapi malah datang burung elang. Jadi ya... jangan.

 

Penutup: Mungkin Dunia Memang Milik Kucing

Kalau kamu pikir kamu pemilik rumah, pikirkan ulang. Kalau kamu pikir kamu manusia paling dominan di kantor, tunggu sampai ada kucing liar masuk ruang rapat dan semua orang panik.

Kucing memang makhluk penuh misteri. Mereka bisa tidur 18 jam, lalu terbangun hanya untuk melemparkan tatapan penuh penghinaan padamu. Tapi entah kenapa, kita tetap memelihara mereka. Dan mereka tetap memilih untuk mencintai yang tidak menginginkan mereka.

Jadi kenapa kucing selalu mengejar orang yang takut padanya?

Jawaban paling logis dan konyol adalah:
Karena kucing tahu, dalam hati terdalam… kamu butuh mereka.
Atau setidaknya, kamu butuh alasan buat berlari pagi


Sunday, July 6, 2025

Drama Karyawan Baru yang Berusaha Sok Sibuk

Pendahuluan: Karyawan Baru dan Ilusi Produktivitas

Hari pertama kerja. Jas rapi, sepatu kinclong, rambut klimis (atau jilbab yang dilipat simetris). Wajah penuh semangat, senyum tak lepas dari wajah, dan tentu: satu misi utama—memberi kesan pertama yang maksimal.

Namun, dalam upaya tampil profesional, muncul fenomena yang sangat khas dunia kerja: karyawan baru yang sok sibuk.

Bukan karena dia benar-benar sibuk, tapi karena… ya, gimana lagi? Tugas belum jelas, tapi nggak enak kalau terlihat santai. Akhirnya, mulailah drama kerja ala sinetron prime time: mengetik sembarang dokumen, berpura-pura membaca email, atau jalan cepat tanpa tujuan.

Mari kita bahas, penuh tawa dan mungkin sedikit sentilan, bagaimana karyawan baru berusaha tampil “super produktif” padahal dalam hati bingung harus ngapain.

 

Bab 1: Hari Pertama dan Rasa Tak Enakan

Semua berawal di hari pertama.

Namanya Andi. Fresh graduate, baru pertama kali kerja di kantor sungguhan. Setelah orientasi singkat, ia diberi meja kerja dan akun email kantor. Tapi... itu saja. Tidak ada tugas. Tidak ada instruksi. Tidak ada arahan.

Andi mencoba tetap tenang, lalu berkata dalam hati:

“Nggak apa-apa, mungkin hari pertama memang pengen gue adaptasi dulu. Tapi gue harus terlihat sibuk. HARUS.”

Maka dimulailah aksi teatrikal bernama: Sok Sibuk Episode 1.

 

Bab 2: Email-Emailan Tak Bernyawa

Langkah pertama: buka Outlook. Masukkan password. Email masuk? Hanya dua:

1.      Email sambutan dari HR.

2.      Email notifikasi sistem absensi.

Tapi Andi tetap menatap layar dengan serius. Lalu mulai klik sana-sini, membuka dan menutup folder “Inbox” berkali-kali. Sesekali mengetik sesuatu ke kolom “Search”, seperti “Project 2025” padahal nggak ada file-nya.

Rekan di sebelahnya bertanya, “Ngapain, Mas?”

Andi menjawab dengan suara penuh beban tanggung jawab:

“Lagi follow up beberapa hal urgent via email.”

Padahal barusan dia kirim email ke dirinya sendiri:
Subject: Cek
Isi: Test kirim email.

 

Bab 3: Jalan Tanpa Tujuan, Tapi Penuh Keyakinan

Setelah bosan pura-pura serius di depan komputer, Andi bangkit. Mengambil map kosong, dan mulai berjalan cepat keliling kantor. Ke pantry, ke ruangan HR, bahkan ke toilet dengan langkah penuh makna.

Beberapa rekan mengamati geraknya dan berbisik, “Si Andi rajin ya, kelihatannya sibuk terus.”

Padahal dalam hati Andi berkata:

“Gue ngapain sih sebenernya?”

Yang penting terlihat gesit. Jalan cepat + wajah serius = kesan orang penting. Itu hukum dasar dunia kantor.

 

Bab 4: Jendela Excel dan PowerPoint Tanpa Isi

Jam 11 siang, Andi mulai membuka Excel.

Sheet kosong. Tapi dia mengklik sel A1 sampai E20 dengan penuh semangat. Lalu mengetik “test” di sel B2, mengatur format huruf jadi bold, warna hijau, rata tengah. Lalu bikin grafik dari data fiktif: 10, 20, 30, 40.

Hasilnya? Pie chart yang tidak penting, tapi kelihatan sangat “kerja.”

Tak lupa buka PowerPoint. Slide pertama berjudul:
“Internal Strategy Alignment & Optimization Framework 2025”

Slide kedua: kosong.

Tapi sudah cukup untuk memberikan ilusi bahwa dia “menggodok strategi penting.”

 

Bab 5: Teknik ‘Alt+Tab’ dan Refleks Menyelamatkan Diri

Salah satu skill penting karyawan baru yang ingin terlihat sibuk adalah kemampuan refleks menekan Alt+Tab. Saat membuka YouTube sebentar (untuk hiburan, katanya sih “riset tren Gen Z”), dan mendengar suara langkah manajer mendekat…

Alt+Tab langsung menampilkan spreadsheet yang tadi berisi angka khayalan.

Keahlian ini mirip ninja—cepat, tepat, dan penuh insting bertahan hidup.

 

Bab 6: Meeting Dadakan untuk Eksistensi

Beberapa hari kemudian, Andi mencoba naik level. Ia membuat meeting sendiri via Google Calendar, dengan judul:
“Brainstorming: Future Possibilities”
Pesertanya? Diri sendiri.

Di ruang meeting, ia duduk dengan laptop terbuka dan muka serius. Dari luar terlihat seperti sedang pitching ke investor. Padahal, ia sedang bermain Minesweeper sambil membuka LinkedIn.

Ketika ditanya, “Tadi meeting sama siapa, Mas?”
Ia menjawab:

“Internal alignment. Nggak bisa di-skip, penting banget buat quarter depan.”

Wah, bahasanya sudah mulai senior.

 

Bab 7: Akrab dengan Alat Tulis, Tapi Nggak Nulis Apa-Apa

Andi juga mulai membawa buku catatan kemana-mana. Setiap kali ada obrolan, langsung buka buku dan menulis sesuatu. Meskipun yang dicatat hanyalah:

·         “Catatan penting: jangan kelihatan nganggur.”

·         “Cari tahu arti ‘alignment’. Kedengaran keren.”

·         “Belajar kata-kata sakti seperti ‘inisiatif’ dan ‘proaktif’.”

Tak lupa, stabilo warna-warni agar terlihat visual dan dinamis. Meski isinya tetap nihil.

 

Bab 8: Ngobrolin Proyek Imajinasi

Seminggu berlalu. Andi mulai berani menyisipkan jargon keren saat ngobrol:

“Kemarin gue sempat breakdown beberapa strategi digital buat pipeline minggu depan…”

Padahal maksudnya: buka Canva, utak-atik template presentasi, lalu bingung mau nulis apa.

Ia juga mulai sering berkata,

“Gue sih sekarang fokus ke hal yang impact-nya besar, bukan cuma task remeh.”

Menariknya, tak ada satu pun orang yang tahu apa tugasnya sebenarnya.

 

Bab 9: Saat Semua Terbongkar… Tapi Tidak Ada yang Peduli

Suatu hari, atasan Andi akhirnya berkata,

“Mas, saya lihat Anda aktif banget ya. Tapi minggu ini belum ada output konkret yang dikirim ya?”

Andi gugup. Panik. Berkeringat. Tapi ia mengangguk tenang dan menjawab:

“Saya lagi mendalami proses. Lebih ke fase discovery dan mapping.”

Atasannya bingung. Tapi karena terdengar seperti istilah konsultan mahal, akhirnya dia hanya berkata:

“Oke. Lanjutkan ya.”

Dan Andi pun selamat. Lagi.

 

Bab 10: Refleksi—Kenapa Banyak Karyawan Baru Sok Sibuk?

Fenomena ini bukan karena malas, tapi sering kali karena:

·         Bingung harus mulai dari mana.

·         Tidak ada onboarding yang jelas.

·         Takut terlihat tidak berguna.

·         Atau… ingin dianggap berkontribusi, meski belum tahu bagaimana.

Di sisi lain, kantor sering lupa bahwa orientasi bukan cuma kasih meja dan email, tapi juga memberi arah dan ekspektasi yang jelas.

Akhirnya, daripada bengong, karyawan baru pun berakting… dan tanpa sadar, mengasah kemampuan politik kantor yang sangat vital.

 

Penutup: Daripada Sok Sibuk, Mending Jujur dan Nanya

Jadi, wahai para karyawan baru…
Daripada membuat “presentasi palsu” atau “meeting bayangan”, lebih baik:

·         Tanyakan langsung ke atasan: “Apa yang bisa saya bantu?”

·         Buat catatan real tentang alur kerja.

·         Tawarkan diri bantu proyek yang ada.

·         Dan ingat, tidak apa-apa terlihat santai kalau memang belum ada kerjaan. Yang penting, siap ketika dibutuhkan.

Dan bagi para senior…
Jangan terlalu cepat kagum dengan yang terlihat sibuk. Bisa jadi, mereka hanya sedang menunggu tugas… sambil membuat grafik Excel dari jumlah cacing tanah per tahun.

 

Akhir kata:
Jika Anda melihat rekan baru jalan cepat ke pantry bawa map kosong, jangan salahkan dia. Mungkin dia sedang dalam fase penyesuaian… atau syuting sitkom internal bertajuk "Sibuk Tapi Ngambang."

Saturday, July 5, 2025

Kantor Berhantu atau Cuma Lembur Terlalu Lama?

Pendahuluan: Antara Mistis dan Realistis

Setiap kantor punya cerita. Ada yang dikenal karena prestasinya, ada yang viral karena drama internalnya, dan ada juga yang diam-diam terkenal karena satu hal: "auranya beda." Bukan aura semangat kerja atau keceriaan tim marketing, tapi aura yang bikin bulu kuduk berdiri saat lewat ruang meeting tengah malam.

Kabar burung (dan netizen Twitter) menyebutkan bahwa banyak kantor di Indonesia—terutama yang sudah berdiri sejak zaman penjajahan, atau dulunya bekas rumah sakit tua—sering dikaitkan dengan kisah mistis. Tapi... tunggu dulu. Apakah benar kantornya berhantu, atau kita hanya terlalu lama lembur sampai halusinasi?

Mari kita bahas, tentu saja dengan gaya santai, penuh humor, dan sedikit ketegangan ala sinetron horor jam 11 malam.


Bab 1: Lembur yang Tak Biasa

Rizky, seorang staf keuangan yang dikenal rajin, bukan karena ambisi, tapi karena tidak tahu cara menolak tugas dari atasan, suatu malam pulang pukul 11.30. Semua rekan kerja sudah pulang sejak jam 5 sore (bahkan satpam sudah ganti shift dua kali). Dia sendirian di lantai 4 yang lampunya otomatis menyala hanya kalau ada gerakan.

Saat sedang mengetik laporan bulanan dengan mata setengah merem, tiba-tiba monitor-nya mati sendiri. Lampu berkedip. Printer menyala sendiri dan mengeluarkan selembar kertas kosong.

Seketika itu juga, Rizky membatin:

"Ini kantor berhantu, atau gue udah terlalu lelah sampai mencet tombol power sendiri?"

Dia memilih opsi kedua, menyimpan file, cabut flashdisk, lalu lari ke lift sambil menahan napas. Karena itulah malam itu, laporan belum dikirim dan alasan besok paginya hanyalah:

“Laptop saya hang, Pak.”


Bab 2: Suara Ketikan Misterius

Di sisi lain, Nisa dari divisi HR juga punya cerita. Suatu malam, ia ditugasi menyusun SK pengangkatan secara mendadak (karena bos mendadak ingat kalau besok pagi harus presentasi ke kantor pusat). Kantornya sepi, hanya ada suara AC dan jangkrik dari taman belakang.

Saat sedang mengetik dengan penuh semangat dan caffeine, tiba-tiba dari ruang sebelah terdengar suara ketikan keyboard. Padahal semua komputer di sana mati. Suaranya ritmis, cepat, dan... efisien.

Nisa berdiri, mencoba menenangkan diri, lalu berjalan ke ruangan tersebut. Tapi saat ia mengintip—semua kursi kosong, komputer mati. Tapi suara ketikan masih terdengar. Saking paniknya, dia langsung lari ke luar gedung dan menyelesaikan pekerjaannya di Indomaret yang buka 24 jam.

Keesokan paginya ia berkata:

“Saya pindah kerjaan ke luar negeri aja deh, yang kerjanya hybrid… dan hantu-free.”


Bab 3: Hantu yang Paling Nyata: Notifikasi dari Bos

Namun tidak semua kisah menyeramkan datang dari makhluk tak kasat mata. Ada satu yang lebih nyata, lebih menusuk ke jiwa, dan lebih mematikan: notifikasi dari bos jam 11 malam.

Bayangkan Anda sudah siap tidur, mengenakan piyama, dan baru saja membungkus diri dalam selimut ketika ping! muncul WhatsApp:

Pak Dirman: “Mas, revisi presentasi yang tadi sudah saya kirim ke email ya. Tolong diedit malam ini, karena besok subuh saya presentasi di Singapore (via Zoom). Thanks.”

Jantung langsung berdetak seperti drum metal. Otak langsung bangkit dari mati suri. Tanpa sadar, Anda pun menyulap diri jadi “roh penasaran” di depan laptop. Bedanya, Anda bukan gentayangan karena dendam, tapi karena target bulanan.

Kadang, yang bikin kantor terasa berhantu bukan penampakan—tapi tekanan deadline.

 

Bab 4: Cerita-cerita Mistis yang Aneh Tapi Akrab

Berikut beberapa kisah misterius lain yang sering terdengar di berbagai kantor:

1. Lift yang Turun Sendiri ke Lantai Kosong

“Padahal nggak ada yang pencet, tapi pintu lift kebuka sendiri ke lantai 2. Lantainya gelap, dan ada suara anak kecil ketawa.”

Padahal, menurut teknisi, itu hanya bug sistem. Tapi tetap saja, siapa juga anak kecil yang ketawa jam 10 malam di kantor pajak?

2. Printer yang Mencetak Sendiri

“Lembur sendirian, tiba-tiba printer hidup sendiri, terus keluar kertas bertuliskan: ‘Cek email kamu.’”

Pas dicek, memang ada email dari bos yang masuk 3 menit sebelumnya. Bisa jadi antara printer canggih... atau hantu yang proaktif.

3. Kursi Berputar Sendiri

“Lagi ngetik, kursi di sebelah muter sendiri. Terus balik lagi ke posisi semula. Nggak ada angin, nggak ada orang.”

Apakah itu arwah mantan karyawan yang belum sempat resign secara resmi?

 

Bab 5: Apakah Kita yang Terlalu Capek?

Penjelasan yang lebih masuk akal dari semua ini adalah: kelelahan + stress = halusinasi ringan.

Menurut riset psikologi ringan (dan pengalaman pribadi anak magang), manusia yang terlalu lelah dan bekerja terlalu lama akan mengalami:

·         Persepsi yang menurun.

·         Ketegangan otot dan saraf.

·         Imajinasi yang berlebihan.

·         Dorongan kuat untuk drama.

Gabungkan semua itu dengan suasana kantor yang sepi, lampu temaram, dan bunyi AC mendesis... dan voilà! Anda menciptakan suasana film horor, padahal cuma sedang kehabisan energi.

Mungkin "penampakan" itu hanyalah:

·         Bayangan sendiri karena posisi layar reflektif.

·         Suara kursi yang bunyinya memang horor kalau diinjak.

·         Printer yang auto-refresh jaringan.

·         Dan yang paling sering… notifikasi Slack dari klien luar negeri yang nggak tahu zona waktu.

 

Bab 6: Tips Menghindari Kantor Jadi Horor

Kalau Anda tidak ingin kantor Anda jadi lokasi syuting Ghostbusters, berikut tips ringan:

1.      Pulang Tepat Waktu
Semakin malam, semakin tinggi risiko kamu melihat "sesuatu"—baik itu makhluk halus atau angka di spreadsheet yang tidak masuk akal.

2.      Jangan Sendirian Kalau Bisa
Lembur bareng teman, bukan cuma biar seru, tapi juga biar kalau ada hantu, bisa bareng-bareng lari (atau selfie dulu).

3.      Bawa Cemilan dan Musik Ceria
Musik dangdut atau K-pop bisa mengusir aura menyeramkan. Hantu pun kabur dengar suara "Dangdut is the music of my country…"

4.      Jangan Lihat CCTV Malam-malam
Banyak karyawan yang trauma buka rekaman CCTV malam hari. Kadang bukan karena penampakan, tapi karena sadar dia tidur sambil ngorok di meja jam 2 pagi.

5.      Ingat: Gaji Masuknya Tiap Bulan, Hantu Bisa Muncul Kapan Saja
Jadi kalau tidak benar-benar harus, tolonglah, jangan jadikan kantor rumah kedua (apalagi kuburan pertama).

 

Penutup: Kantor Itu Untuk Bekerja, Bukan Berhantu

Jadi, apakah kantor Anda berhantu? Mungkin. Tapi lebih mungkin lagi kalau Anda terlalu lama kerja sampai lupa membedakan suara pintu dengan suara slip gaji.

Bukan hanya hantu yang bisa bikin kita merinding—deadline, revisi, dan notifikasi meeting mendadak jauh lebih menakutkan. Setidaknya, hantu tidak meminta revisi layout atau kirim file “versi revisi revisi FINAL fix FINAL_oke_baru.docx”.

Jadi mulai sekarang, cobalah untuk:

·         Menghormati waktu pulang.

·         Istirahat cukup.

·         Jangan terlalu cinta lembur.

·         Dan yang paling penting, kalau melihat kursi berputar sendiri… jangan tanya, jangan lihat, langsung log out.

Karena bisa jadi itu bukan hantu… tapi Anda sendiri yang udah gila kerja.

 

Friday, July 4, 2025

Tugas yang Selesai dalam 5 Menit, Tapi Butuh 5 Hari untuk Memulainya

Pendahuluan: Fenomena "Nanti Dulu" di Dunia Kerja

Setiap pekerja kantoran, entah itu yang sudah belasan tahun mengabdi atau yang baru seminggu magang, pasti pernah mengalami satu fenomena klasik: tugas kecil yang bisa selesai dalam 5 menit, tapi entah kenapa, butuh 5 hari (atau lebih) untuk benar-benar mulai dikerjakan.

Tugas ini bukan yang membutuhkan kecerdasan tingkat Einstein, bukan juga yang menuntut kerja tim 17 orang. Kadang cuma membalas email. Kadang hanya mengisi form. Kadang hanya butuh mencetak satu dokumen dan mengantarkannya ke ruangan sebelah. Tapi, seperti halnya cucian yang menumpuk di rumah, tugas ini sering menjadi korban prokrastinasi berjamaah.

Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah ada kekuatan kosmik yang menahan kita untuk memulai? Ataukah ini hanya bagian dari tragedi modern bernama dunia kerja? Mari kita selami bersama—tentu saja dengan senyum tipis dan sedikit tawa getir.

 

Hari Pertama: “Gampang Ini, Nanti Saja…”

Hari Senin pagi. Anda datang ke kantor dengan semangat yang (hampir) baru. Kopi pertama masih mengepul, dan notifikasi masuk dari atasan berbunyi:

"Mas, nanti tolong kirimkan laporan rekap bulan lalu ke Bu Rina ya. Filenya ada di server, tinggal copy-paste aja. Thanks!"

Sebuah tugas yang terdengar seperti berjalan-jalan ke warung. Tapi Anda, seperti kebanyakan manusia modern, langsung bereaksi dengan satu kalimat sakti:

"Nanti aja, ini bisa selesai sebentar kok."

Dan karena terlalu gampang, otak Anda otomatis memasukkan tugas itu ke folder bernama “nanti siang”. Setelah itu, waktu terbang begitu cepat: meeting jam 10, makan siang jam 12, ngantuk jam 2, tiba-tiba sudah jam pulang. Laporan? Masih di server. Anda? Masih yakin “besok aja deh, pasti selesai cepat kok.”

 

Hari Kedua: “Kayaknya Butuh Mood yang Pas”

Selasa datang. Tugas kecil itu masih belum tersentuh. Namun kali ini, Anda mulai merasa sedikit gelisah. Tapi tenang, Anda punya dalih yang terdengar filosofis:

“Gue tuh tipe orang yang harus nunggu mood-nya pas. Biar kerja jadi maksimal.”

Sambil menunggu mood datang seperti kereta yang tak pernah tepat waktu, Anda malah sibuk mengatur playlist Spotify, menyusun sticky notes warna-warni, dan mencari kutipan inspiratif di Pinterest. Anda bahkan sempat mencatat:

“Great things take time.”

Sayangnya, tugas lima menit itu tidak termasuk “great things”.

 

Hari Ketiga: Munculnya Berbagai Alasan Tak Masuk Akal

Hari Rabu. Deadline masih jauh (menurut perhitungan optimis), dan Anda mulai mencari-cari alasan kenapa tugas itu belum juga dikerjakan.

·         “Tadi server-nya agak lambat.”

·         “Flashdisk gue ketinggalan di rumah.”

·         “Bu Rina-nya belum online, percuma juga dikirim sekarang.”

·         “Tadi niatnya ngerjain, tapi tiba-tiba ada kerjaan lain (baca: scroll TikTok).”

Alasan demi alasan terlahir dengan mudah, seolah Anda sedang mengikuti lomba debat antaralasan.

Saking kreatifnya, Anda bahkan sempat berpikir:

“Kalau gue kerjain sekarang dan cepet banget selesai, nanti orang mikir ini kerjaan gampang. Mending kasih waktu biar terlihat ‘proses’nya.”

Ah, strategi image building level dewa.

 

Hari Keempat: Diserang Rasa Bersalah, Tapi Masih Belum Ngerjain

Hari Kamis. Sekarang Anda mulai merasa bersalah. Tugas itu muncul dalam mimpi, muncul di notifikasi yang tak pernah Anda buka, bahkan seolah terdengar memanggil dari dalam server:

“Kerjain aku… cuma lima menit….”

Tapi rasa bersalah ini belum cukup kuat untuk mengalahkan kekuatan nanti. Jadi Anda malah mengalihkan perhatian dengan to-do list baru yang isinya hal-hal sepele tapi terdengar penting:

·         Rapikan desktop.

·         Buat template kalender digital.

·         Susun ulang folder meeting.

·         Rename file “new1.docx” jadi “final_fix_baru_revisi_oke_sekali.docx”.

Anda merasa produktif. Padahal laporan untuk Bu Rina masih belum juga terkirim.

 

Hari Kelima: Tiba-Tiba Jadi Superhero

Jumat pagi. Anda terbangun dengan jantung berdetak kencang. Atasan mengirim pesan:

"Mas, Bu Rina nanyain laporannya. Sudah dikirim ya?"

PANIK. Adrenalin memuncak. Anda seperti bangun dari tidur panjang. Dalam waktu lima menit:

·         Anda buka laptop.

·         Masuk ke server.

·         Copy file.

·         Kirim via email.

·         Bahkan sempat kasih salam pembuka dan penutup yang sopan.

Selesai. Lima. Menit. SAJA.

Setelah itu Anda duduk diam, termenung. Rasanya seperti habis menyelamatkan dunia. Punggung agak pegal, tapi hati plong. Anda bahkan sempat berkata:

“Gila, gue emang kerja paling efektif di bawah tekanan.”

Lalu Anda menulis caption bijak di Instagram Story:

“Procrastination isn’t laziness, it’s fear. – Steven Pressfield”

 

Mengapa Ini Bisa Terjadi? (Penjelasan Semi-Serius)

Meski terdengar konyol, fenomena ini sebenarnya sangat manusiawi. Psikologi menyebutnya dengan istilah "temporal discounting", di mana kita cenderung mengabaikan tugas yang manfaatnya tak langsung terasa, walaupun mudah.

Ditambah lagi, otak kita punya kemampuan luar biasa untuk:

1.      Membesar-besarkan kesulitan tugas — tugas 5 menit terasa seperti proyek skripsi.

2.      Mencari distraksi yang bisa dibenarkan — YouTube dianggap “research”.

3.      Menunda demi hasil sempurna — padahal kadang cuma kirim file.

Dalam dunia kerja modern, prokrastinasi sering kali dibungkus dengan kata-kata indah seperti:

·         “Saya sedang memprosesnya.”

·         “Masih tahap observasi.”

·         “Perlu koordinasi dulu.”

·         “Saya sedang menyusun pendekatannya.”

Padahal artinya: Belum dikerjain juga, Bos.

 

Penutup: Jangan Takut pada Tugas 5 Menit

Tugas lima menit sering kali bukan tentang kemampuan, tapi tentang niat. Masalahnya, niat itu kadang lebih sulit dicari daripada sinyal Wi-Fi di gunung. Tapi percayalah, semakin cepat dikerjakan, semakin cepat Anda bebas.

Dan ingatlah—tidak ada yang lebih memuaskan daripada mengetik “Sudah dikirim, Bu” di hari Jumat jam 4 sore, lalu menutup laptop dengan perasaan pahlawan.

Jadi, kalau sekarang Anda punya tugas 5 menit yang sudah tertunda 5 hari... ya, silakan lanjut baca ini dulu. Tapi habis itu—kerjain ya.

 

TAMBAHAN: Checklist Ciri-Ciri Tugas 5 Menit yang Sering Ditunda

·         Balas email dengan satu kalimat.

·         Isi formulir yang cuma minta nama dan NIK.

·         Forward file yang sudah ada di folder bersama.

·         Bikin janji meeting via Google Calendar.

·         Cetak satu lembar dokumen dan tanda tangan.

Kalau salah satu dari ini Anda tunda sampai besok lagi… Anda tidak sendiri. Tapi ayo coba mulai sekarang—kan cuma lima menit.

 

 

 


 

Thursday, July 3, 2025

CERCU / Cerita Lucu: Ketika Bos Jadi Motivator Tapi Malah Bikin Semua Mau Resign

"Bos Motivator ala Tony Robbins, Tapi Karyawan Malah Siap-Siap Cabut!"

Hai para pejuang kantor yang pernah dengerin bos pidato motivasi tapi malah pengen lompat jendela! Gue yakin lo semua pernah ngerasain momen canggung di mana bos sok inspiratif, tapi karyawan malah makin ilfeel.

Dari quote motivasi yang nggak nyambung sampe target impossible ala superhero, dunia kerja tuh penuh dengan bos-bos yang bermaksud baik tapi eksekusinya bikin gregetan. Yuk, kita bahas kisah-kisah bos motivator yang malah bikin tim pada mau resign!


1. "Kita Harus Bisa Seperti Elon Musk!" – Padahal Kantor Gak Ada Budget Kopi

Bos: "Team, kita harus bekerja seperti Elon Musk! Kerja 80 jam seminggu, tidur di kantor, dan fokus pada inovasi!"
Karyawan: "Tapi Pak, Elon Musk kan gajinya triliunan. Kita aja THR aja dipotong..."

Realita:

Bos minta tim kerja keras kayak startup Silicon Valley, tapi gaji UMR.

Syaratnya: "Harus loyal dan ikhlas!" (Baca: Kerja lebih, dibayar biasa).

Hasilnya? Karyawan update LinkedIn cari lowongan baru.

Quote favorit bos:
"Jangan mikirin gaji dulu, yang penting pengalaman!"
(Balasannya: 
"Pengalaman lapar ya, Pak?")


2. "Kalian Harus Think Outside The Box!" – Tapi Setiap Ide Ditolak Mentah-Mentah

Bos: "Kita butuh ide segar! Think outside the box!"
Karyawan: "Bagaimana kalau kita coba strategi baru—"
Bos: "Nggak, itu terlalu riskan. Lebih baik ikut cara yang sudah terbukti."

Apa yang terjadi?

"Think outside the box" = "Lakukan sesuai cara saya".

Karyawan ngasih solusi kreatif → Ditolak → Dibilang kurang inovatif.

Akhirnya semua pada bodo amat, kerja seadanya.

Kata-kata bos yang bikin emosi:
"Kenapa tim saya nggak ada yang kreatif?"
(Padahal 
setiap ide langsung di-veto.)


3. "Kita Family di Sini!" – Tapi Pas Butuh Dukungan, Malah Ditinggal

Bos: "Di sini kita keluarga! Saling support dan kompak!"
Realita:

Karyawan sakit? "Masih bisa WFH kan?"

Ada masalah pribadi? "Jangan bawa masalah pribadi ke kantor!"

Minta kenaikan gaji? "Kita lagi susah, harus sabar!"

Karyawan: "Family kok gajinya nggak cukup buat hidup?"
Bos: "Yang penting kebersamaan!"

Hasilnya?

Karyawan yang "family" = yang mau kerja lembur tanpa dibayar.

Yang nuntut hak? Dibilang tidak loyal.


4. "Kalian Harus Positive Thinking!" – Tapi Masalahnya Dibiarin Numpuk

Bos: "Stop complaining! Positive thinking aja!"
Masalah yang diabaikan:

Laptop 5 tahun lemot banget → "Masih bisa dipakai kok!"

Project timeline nggak realistis → "Kalian harus bisa manage waktu!"

Beban kerja gila-gilaan → "Ini kesempatan berkembang!"

Karyawan: "Positive thinking boleh, tapi masalah nyata harus diatasi dong!"
Bos: "Jangan negatif, nanti energi kantor jelek!"

Akhirnya?

Karyawan yang "positive thinking" = cari kerja lain yang lebih baik.

Bos bingung: "Kok pada resign sih?"


5. "Kita Ada Flexible Working Hours!" – Tapi Pas Waktunya Fleksibel, Dibilang Tidak Disiplin

Janji bos: "Kita punya jam kerja fleksibel, yang penting tugas selesai!"
Kenyataan:

Datang jam 9:05? "Kok telat sih?"

Pulang jam 17:01? "Loh, kerjaannya sudah selesai?"

Minta WFH? "Kalau bisa di kantor lebih baik!"

Karyawan: "Katanya fleksibel?"
Bos: "Iya, fleksibel sesuai kebutuhan perusahaan!" (Baca: sesuai mood bos).

Hasil akhir?

Karyawan males ngomongpelan-pelan cari exit plan.

Bos heran: "Kok semangat tim saya turun ya?"


6. "Kita Ada Program Pengembangan Karir!" – Tapi Isinya Cuma Training Gratisan di Zoom

Bos: "Kita peduli dengan growth karyawan! Ada training rutin!"
Realita trainingnya:

Judul keren: "Mastering Leadership in Digital Age!"

Isinya: Video YouTube tahun 2012 yang gratisan.

Trainer-nya? Bos sendiri yang ngomong 2 jam tapi nggak jelas poinnya.

Karyawan: "Ini training atau pidato motivasi abal-abal?"
Bos: "Ilmu itu mahal, kita beruntung bisa dapat gratis!"

Efeknya?

Karyawan ngantukmales ikutakhirnya cari kursus lain sendiri.

Bos protes: "Kok pada nggak semangat belajar sih?"


7. "Tim Kita Harus Solid!" – Tapi Pas Ada Konflik, Bos Malah Kabur

Bos: "Teamwork makes the dream work!"
Tapi saat ada masalah:

Karyawan A & B ribut? "Selesaikan sendiri ya, saya sibuk!"

Ada miskom? "Itu kan masalah kecil, jangan diperbesar!"

Butuh mediasi? "Saya nggak mau ikut campur!"

Karyawan: "Katanya solid?"
Bos: "Solid itu harus bisa mandiri!"

Yang terjadi?

Tim jadi toxicpada saling sindirakhirnya pada resign.

Bos kaget: "Kok pada gak betah ya?"


8. "Kita Ada Bonus Kalau Target Tercapai!" – Tapi Targetnya Mustahil

Bos: "Kalau bisa mencapai target 300%, ada bonus 1 bulan gaji!"
Realita:

Target 300% = 3x lipat beban kerja.

Tim udah kerja kerashampir gilacuma dapat 10%.

Bos bilang: "Waduh, perusahaan lagi susah, tahun depan ya!"

Karyawan: "Taun depan ulang lagi deh ceritanya..."

Hasilnya?

Moral tim jatuhpada males ngoyoakhirnya cari tempat lain yang bonusnya nyata.


Kesimpulan: Motivasi Ala Bos vs Realita Karyawan

Niat bos mungkin baik, tapi eksekusinya sering bikin pengen tepuk jidat.

Ciri-ciri bos "motivator" yang bikin mau resign:
 Minta kerja lebih, tapi gaji nggak naik-naik.
 Banyak jargon, tapi solusi nggak ada.
 Janji muluk, tapi realitanya jauh panggang dari api.

Solusi buat bos (kalau mau beneran memotivasi):

Dengar keluhan karyawan, bukan cuma kasih quote motivasi.

Kasih reward yang worth it, bukan sekadar ucapan "good job".

Jangan overpromise, kalau nggak bisa deliver.

Kalo lo pernah ngalamin bos kayak gini, komen di bawah!
#CERCU #DuniaKerja #BosMotivator #HumorKantor ðŸ˜‚🔥


Gimana, relate kan? Kalo lo punya cerita lucu soal bos "motivator", share di sini! Siapa tau bos lo baca trus sadar diri (atau malah marah ðŸ˜†). Stay strong, pejuang kantor! ðŸ’ª